Jakarta, Aktual.com – Adanya Penangkapan Auditor BPK oleh KPK terkait dugaan jual beli predikan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam penilaian pengelolaan anggaran di Kementerian Desa, hal ini membuat kementerian ESDM merasa gusar. Institusi yang dipimpin oleh Ignasius Jonan itu melakukan klarifikasi bahwa status WTP yang ia terima bukan hasil dari sogok ke pihak manapun, namun melainkan dari jerit payak pembenahan birokrasi oleh pihaknya.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Teguh Pamudji menjelaskan, dalam 5 tahun terakhir Kemerian ESDM mengalami pasang surut dalam pengelolaan anggaran. Pada Tahun 2012 dan 2013 Laporan Keuangan Kementerian ESDM meraih WTP. Namun pada 2014 dan 2015 staus penilaian menurun menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Setelah berbenah atas dasar evaluasi yang dilakukan, maka tahun 2016 BPK memberi penilaian WTP.
“Ini tentunya menjadi sangat penting ketika pas kebetulan minggu lalu ada suatu hal yang luar biasa, yang terkait dengan Kementerian Desa. Setelah ramai media, muncul kesan seakan pemeriksaan keuangan dari kementerian atau lembaga negara ini bisa dinegosiasikan atau apa pun-lah namanya,” kata Teguh di Jakarta, Senin (29/5)
Kemudian Inspektur Jendral Kementerian ESDM, Mochtar Husein memaparkan; WDP pada tahun 2014 disebabkan BPK RI meyakini bahwa Piutang yang disajikan Kementerian ESDM tahun 2014 Sebesar Rp23,12 Triliun tidak memadai. Kementerian ESDM melakukan pencatatan Piutang Bukan Pajak Sumber Daya Alam sebesar Rp21,55 Triliun namun dari konfirmasi atas piutang tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp27,40 Miliar dan USD918,19 Ribu, selain itu terdapat kurang penyajian sebesar Rp7,92 Miliar dan USD22,64 Juta, dan lebih saji sebesar Rp332,67 Juta akibat pengendalian intern yang kurang memadai.
Untuk WDP Tahun 2015, menurut dia, hal itu disebabkan nilai Piutang yang disajikan Kementerian ESDM sebesar Rp27,99 Triliun diantaranya sebesar Rp33,94 Miliar dan USD206 Juta yang merupakan Piutang Bukan Pajak pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) yang terdiri dari Iuran Tetap, Royalti dan Penjualan Hasil Tambang (PHT) tidak didukung dengan rincian dari dokumen sumber yang memadai.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby