Selain itu, berdasarkan hasil konfirmasi menunjukan adanya sejumlah wajib bayar yang tidak sependapat dengan nilai piutang sebesar minimal Rp10,43 Miliar. Kementerian ESDM telah memiliki kebijakan pencatatan, penyajian dan pengungkapan piutang Bukan Pajak, namun belum dilaksanakan secara memadai. BPK tidak dapat memperoleh bukti
yang cukup dan tepat tentang nilai piutang tersebut, karena tidak tersedia data dan
informasi pada Satuan Kerja terkait. Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap angka tersebut.

Dari kinerja buruk itu, Kementerian ESDM melakukan upaya meningkatkan kualitas Laporan Keuangan KESDM dengan menata 3 aspek pengelolaan keuangan, yang meliputi penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB), penatausahaan Aset Tak Berwujud (ATB) dan penatausahaan barang persediaan yang tersebar di seluruh wilayah indonesia.

“Kita memang akui, administrasi ketika itu (2014-2015) kurang bagus. Pertama, kita itu secara kelembagaan, uang yang puluhan triliun, PNBP minerba itu, sekarang targetnya sekitar 32 triliun, hanya dikelola oleh satu eselon 3, dengan tujuh orang personel. Kemudian tahun kemarin sudah ditingkatkan. Ada penguatan organisasi. Yang mengelola PNBP itu dijadikan eselon 2, dengan tiga subdit, dengan beberapa orang. Selain penguatan itu kita benerin sistemnya,” ujar dia.

“Apa yang disarankan oleh BPK kami tindak lanjutin selama dua tahun. Pelan-pelan yang sekarang kita raih hasilnya. Begitu saja. Jangan dikonotasikan dengan kejadian kemarin itu. Jadi seolah-olah Kementerian kita juga beli opini. Enggak. Sama sekali enggak. Boleh ditanya, cek sama BPK, kita sudah benar-benar melakukan perbaikan,” pungkasnya.
Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby