Jakarta, Aktual.com – Aliansi rakyat yang menolak pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati mengecam penggusuran desa Sukamulya, Majalengka, terlebih pola-pola kekerasan yang dilakukan aparat Kamis lalu (17/11).

Dari keterangan resmi yang diterima, Sabtu (19/11), aliansi menilai rencana ambisius dan arogan pemerintah ini terkesan tidak mengindahkan hak-hak rakyat yang akan terampas oleh rencana pembangunan BIJB. Tindak kekerasan aparat tersebut telah memperlihatkan kembali wajah buruk negara yang selalu memakai cara-cara represif melalui pelibatan aparat TNI dan Polri dalam berhadapan dengan rakyatnya.

Selain pelibatan aparat, pemerintah selama ini dianggap kerap mengabaikan proses dialog dengan warga dalam proses pembangunan BIJB. Bahkan, Pemprov Jabar mengklaim proses penggusuran kali ini akan menggandeng Komnas HAM.

Aliansi menilai, tidak dijalankannya proses-proses musyawarah antara dua pihak jelas melanggar prosedur dan tahapan yang tercantum dalam UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, termasuk tidak mempertimbangkan dampak sosial ekonomi secara luas bagi kehidupan warga jika penggusuran tetap dilanjutkan.

Tindakan sepihak pemerintah ini juga telah melanggar peraturan UN Basic Principles and Guidelines on Develpoment Based Evictions dan Displacement, sebuah kebijakan yang menekankan pentingnya memelihara hak-hak warga yang digusur demi kepentingan pembangunan.

Dari 11 desa terdampak yang telah ditetapkan melalui SK Menhub 34/2005 yang diperbarui melalui KP 457 tahun 2012, 10 desa telah diratakan tanpa proses yang jelas, tersisa desa Sukamulya yang masih memilih bertahan. Rencana pengukuran lahan telah mengancam 1.478 KK dengan luas lahan lebih dari 500 ha demi proyek bandara internasional ini.

Aliansi mendukung sepenuhnya perjuangan rakyat Sukamulya mempertahankan desanya dengan menyampaikan tiga pernyataan sikap. Pertama, menolak segala bentuk perampasan tanah rakyat atas dalih pembangunan. Kedua, menuntut Kementrian ATR/BPN dan Pemprov Jabar untuk menunda proses pengukuran sebelum adanya dialog bersama seluruh masyarakat terdampak dan melibatkan semuah pihak. Ketiga, menuntut Polda Jabar segera menarik mundur pasukannya dalam proses pengukuran tanah untuk penggusuran tanah warga desa Sukamulya.

Adapun mereka yang tergabung dalam aliansi diantaranya Dewi Kartika (KPA), Bambang Nurdiansyah (FPRS), Arip Yogiawan (LBH Bandung), Haris Azhar (KontraS), Marlo Sitompul (SPRI), Muhammad Nuruddin (API), Dadan Ramdan (Walhi Jabar), Abdul Rojak (STI), Bdon Nababan (AMAN), Muhammad Ali (AGRA), Eko Cahyono (Sajogyo Institute), Ridwan Darmawan (IHCS), Merah Johansyah (Jatam), Puspa Dewy (Solidaritas Perempuan), Dahniar Andriani (HuMa), Nur Hidayati (Walhi) dan Ismah Winartono (Gempur).[Nelson Nafis]

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Andy Abdul Hamid