Menurut dia, amandemen terbatas UUD 1945 tidak akan masuk sistem politik, lebih pada pembangunan ekonomi Indonesia agar bisa berkelanjutan karena selama ini tidak fokus pada tujuan jangka panjang yang lebih besar sehingga ketika terjadi pergantian presiden, terjadi pergantian tujuan pembangunan.
Ia menegaskan, tidak ada dari 10 pimpinan MPR maupun individu anggota MPR secara formal yang mendorong masa jabatan presiden-wakil presiden menjadi tiga periode namun hal itu berkembang di masyarakat dan pihaknya tidak bisa mencegah wacana tersebut berkembang.
Ia menilai secara pribadi menilai masa jabatan presiden sebanyak dua kali dan dipilih secara langsung, sudah pas dan tepat sehingga tidak perlu diubah.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, mengatakan, mereka belum pernah membahas wacana perubahan masa jabatan presiden-wakil presiden karena mengubah satu pasal yaitu menambah kewewenangan MPR menetapkan haluan negara, menimbulkan pro-kontra yang luar biasa di masyarakat apalagi kalau menyangkut pasal yang substansial.
Ia berpegang pada kesepakatan formal di MPR yaitu rekomendasi menghadirkan haluan negara sehingga dalam rapat pimpinan MPR disepakati wacana amandemen diserahkan dahulu kepada alat kelengkapan MPR yang fungsinya mengkaji, menyerap aspirasi, mengolah, dan berdiskusi yaitu Badan Pengkajian MPR.
Ia menilai tidak ada urgensi mengubah konstitusi untuk mengubah masa jabatan presiden karena yang mendesak adalah menghadirkan kembali haluan negara disebabkan selama ini ada diskontuinitas pembangunan antara satu periode dengan periode kepemimpinan lainnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin