Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi V DPR RI Fathan memilih bungkam soal kasus dugaan suap terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Bahkan, politisi PKB itu sontak menghindari awak media selepas jalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/2) sore.

Fathan diketahui diperiksa sebagai saksi untuk untuk tersangka Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.

Anak buah Muhaimin Iskandar ini tampak buru-buru lari meninggalkan Gedung KPK saat dikonfirmasi sejumlah pertanyaan oleh awak media.

Fathan bahkan nekat menyeberangi jalur cepat Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, yang sedang ramai dengan kendaraan. Dan pada akhirnya Fathan “lolos” dari awak media dengan menumpangi taksi.

“Tidak-tidak, jangan mas, jangan mas,” singkat Fathan sebelum memasuki taksi yang di stop depan kantor KPK.

Pemeriksaan ini merupakan panggilan kedua untuk Fathan. Sebelumnya, pada panggilan pertama, Jumat 19 Februari lalu Fathan sempat mangkir.

Kasus suap itu terbongkar ketika KPK menangkap Damayanti, Abdul Khoir, serta dua rekan Damayanti: Dessy A. Edwin serta Julia Prasetyarini. Mereka dicokok pada Rabu 13 Januari 2016.

Politikus PDI-P dari Dapil Jawa Tengah itu disangka telah menerima suap Abdul Khoir. Damayanti diperkirakan telah menerima suap hingga ratusan ribu dolar Singapura secara bertahap melalui stafnya Dessy dan Julia.

Uang yang diberikan Abdul Khoir kepada Damayanti itu diduga untuk mengamankan proyek Kementerian PUPR tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek pembangunan jalan di Maluku yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX.

Damayanti, Dessy, dan Julia dijadikan tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap. Dia dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby