Jakarta, Aktual.com – Pejabat pemerintah baik Eselon I maupun II di bawah Menteri BUMN Rini Soemarno saat ini ternyata ramai-ramai diangkat menjadi komisaris di banyak BUMN. Perilaku tak elok ini disayangkan banyak pihak, karena BUMN hanya dimanfaatkan sebagai ladang menambah penghasilan saja.
Menurut analis ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan, perilaku rangkap jabatan komisaris BUMN di era Rini ini dilihat dari aspek etik atau moral sangat tak layak.
“Jadi, sebagai institusi pengawas dalam tubuh BUMN, selain melekat berbagai kewajiban-kewajiban sebagai komisaris, maka komisaris juga mendapatkan hak-haknya. Termasuk dalam hal pendapatan sesuai dengan standar yang berlaku di BUMN itu. Nah, inilah justru yang menjadi pangkal soalnya,” papar Dani kepada Aktual.com, Minggu (28/5).
Dia menegaskan, pemerintah terutama Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan sebagai wakil pemegang saham pemerintah yang seharusnya bertugas mengawasi kinerja BUMN, justeru telah terlibat “ngobyek” di BUMN itu.
Hal itu terjadi, kata dia, karena adanya disparitas pendapatan antara keduanya bagi kedua jabatan itu. Dia mencontohkan, gaji pokok serta tunjangan jabatan seorang eselon I di kementerian/lembaga, jauh lebih rendah dari pendapatannya sebagai komisaris BUMN.
“Tapi itulah yang diincar mereka. Padahal, jika kondisi itu berlangsung lama akan membuka peluang adanya tindakan “moral hazard” dari pejabat yang bersangkutan agar bisa ikut dapat bagian dari BUMN yang diawasinya itu,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka