Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas N. Zubir menyayangkan adanya perilaku rangkap jabatan antara pejabat eselon I dan II di Kementerian/Lembaga yang ditunjuk sebagai komisaris BUMN.
Pasalnya, kendati penunjukkan komisaris itu dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno, namun faktanya kasus korupsi masih terjadi di BUMN. Sehingga penunjukkan itu jangan-jangan hanya untuk memuluskan kerja sama dalam segala hal atau kongkalikong.
“Baik Dirut maupun direktur di BUMN ditunjuk oleh pemerintah melalui Menteri BUMN. Begitu juga komisaris-komisarisnya ditunjuk oleh Mentri BUMN. Justru di sinilah letak kerawanannya, karena bisa saja keduanya memang sudah diatur untuk bekerja sama dalam segala hal,” tandas politisi Fraksi Hanura ini kepada Aktual.com, di Jakarta, Senin (29/5).
Kerawanan yang dia maksud adalah, banyaknya aksi korupsi di BUMN. Dia memberi contoh, sejumlah perkara korupsi di BUMNĀ yang menjerat dirutnya. Seperti RJ Lino mantan Dirut Pelindo II (Persero) yang menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC).
Kemudian ada Emirsyah Satar mantan Dirut PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pembelian pesawat dan mesin pesawat. Juga M. Firmansyah Arifin Dirut PT PAL (Persero) tersangka suap penjualan dua kapal perang.
Dan juga Budi Tjahjono selaku mantan Dirut PT Jasindo yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penunjukan dan pembayaran agen. “Ini adalah bukti gagalnya Kementrian BUMN melakukan pembinaan dan pengawasan di setiap badan usaha pelat merah di Indonesia ini,” jelas dia.
Padahal, kata dia, Kementrian BUMN selalu sangat kencang menempatkan komisaris yang dipilihnya dari kalangannya sendiri untuk mengawasi direksi-direksi BUMN tersebut.
“Lalu, kenapa bisa kebobolan juga sehingga suap dan korupsi masih saja terjadi? Apakah karena para komisaris-komisaris BUMN tersebut tidak kompeten dalam menjalankan tugasnya atau ada hal lain? Ini yang kita sayangkan,” jelas Inas.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka