Jakarta, Aktual.com – Kecurigaan publik mengenai keberadaan Mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama di Indonesia untuk lobby perpanjangan kontrak pertambangan Freeport sepertinya bukan hanya isapan jempol belaka, terbukti setelah 6 Menteri kabinet Kerja menggelar pertemuan, hasilnya membuka ruang perpanjangan 2 kali 10 tahun.
Menurut Deputi Bidang usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno yang turut hadir pada pertemuan itu, bahwa sejatinya yang mejadi pokok pembahasan terdiri dari 4 hal yakni; perpanjangan operasi, pembangunan smelter, divestasi, serta stabilitas investasi.
Adapun ketentuan perpanjangan kontrak tersebut dengan kesepakatan bahwa Freeport beralih status kontrak dari KK menjadi IUPK.
“Kalau yang dua sudah disepakati Pak Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), mengenai perpanjangan dan smelter yang wajib,” katanya di Kementerian Keuangan seusai rapat.
Dengan disepakati perpanjangan kontrak nantinya, pada 10 tahun pertama akan dievaluasi dan diperpanjang kembali selama 10 tahun berikutnya. Artinya kontrak Freeport baru akan berakhir pada tahun 2041, mengingat kontrak periode ini akan berakhir 2021.
Sebelumnya pengamat Ekonomi Energi dari UGM, Fahmy Radhi telah melihat gejala-gejala ‘Brokerisasi’ oleh Obama yang dikemas dengan kedok liburan. Sebagai tindak lanjut Pertemuan Obama dengan Jokowi, para Menteri dibikin tergopoh-gopoh melakulan pertemuan di awal pekan masuk kerja setelah lebaran.
Menurut Fahmy Radhi sudah karakter lumrah perusahaan asal Amerika Serikat memuluskan kepentingannya dengan menggunakan lobby kekuatan politik.
Pada historisnya papar dia; bukan kebetulan sewaktu kedatangan MenLu AS bersamaan dengan penyerahan pengelolaan Blok Cepu kepada Exxon Mobile. Padahal seharusnya pemerintah menyerahkan blok itu ke Pertamina.
Begitupun kedatangan Wakil Preiden AS bersamaan dengan keputusan pemberian izin export konsentrat sementara kepada Freeport dan keputusan untuk Impor LNG dalam jumlah besar dari Exxon, merupakan sesuatu yang tak bisa ‘ditutup mata’, padahal Indonesia masih surplus LNG, bahkan masih ekspor LGN.
“Berdasarkan record tersebut, saya berkeyakinan bahwa Obama pun, meskipun kunjungannya lebih untuk berlibur, juga membawa pesan Freeport untuk disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk mengakomodasi tuntutan Freeport dalam perundingan yang masih berjalan alot. Menurut saya, pertemuan Enam Menteri itu merupakan upaya untuk memenuhi tuntutan Freeport seperti yang ditekankan oleh Obama kepada Jokowi,” katanya kepada Aktual.com, Selasa (4/7).
Untuk diketahui bahwa enam Menteri yang melakukan pertemuan dimaksud adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Tak lama kemudian, hadir juga Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Energi dan Sumber Day Mineral Ignasius Jonan.
Selain keenam anggota Kabinet Kerja, turut hadir pula dalam rapat tersebut Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot, Staf Ahli Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, dan Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi.
Sebagai catatan, pentingnya mensiasati perpindahan status kontrak KK Menjadi IUPK agar prose perpanjangan kontrak berjalan mulus, sebab jika mempertahankan satus KK akan terkendala pada UU Minerba No 4 Tahun 2009 yang baru membuka ruang pembicaraan perpanjangan dua tahun menjelang masa kontrak berakhir. Artinya status KK baru boleh mengajukan perpanjangan kontrak pada tahun 2019.
Namun tak kala penting, peralihan kontrak Freeport menjadi sratus IUPK juga dipermasalahkan banyak kalangan, karena dinilai menyalahi prosedur yang semestinya harus menjadi pencadangan nasional terlebih dahulu.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan