Jakarta, Aktual.co —Konflik penggunaan/pemanfaatan kawasan pesisir Teluk Jakarta jadi salah satu dari empat masalah yang dibahas di Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Dari pembacaan Aktual.co atas naskah Raperda Zonasi Pesisir, permasalahan konflik penggunaan kawasan ditempatkan di poin kedua identifikasi masalah. Disebutkan kalau area yang digunakan nelayan untuk budidaya kerang hijau, bagan dan sero sepanjang sekitar 7-10 kilometer ke arah laut tidak teratur. Hal itu ditulis bisa mengganggu alur pelayaran bagi kapal keluar masuk pelabuhan.
Di situ juga disebut, dari penuturan seorang responden yang tidak disebut namanya, kalau kadar logam berat yang terkandung dalam kerang hijau di bagian pinggir dari areal budidaya sudah cukup tinggi dan tidak layak dikonsumsi. Kemungkinan, ditulis juga di situ, banyaknya kerang hijau budidaya nelayan yang mati disebabkan oleh limbah industri.
Dipaparkan juga di halaman 16 naskah akademik Raperda Zonasi itu, pernah terjadi kasus gesekan antara nelayan dengan PT Rukindo terkait kerang hijau. Dari penelusuran Aktual.co, PT Rukindo tak lain merupakan kontraktor dari pengembang PT Agung Sedayu Group saat menggarap reklamasi Pantai Indah Kapuk. Memang pernah ada gugatan dari 72 nelayan Kamal Muara, Jakarta Utara dan Pantai Dadap (Tangerang) di tahun 2006. Mereka menuntut ganti rugi dari PT Rukindo sebesar Rp 25 miliar atas matinya ternak kerang hijau akibat penimbunan pasir untuk reklamasi Pantai Indah Kapuk. Namun gugatan nelayan akhirnya kandas di Mahkamah Agung.
Di poin kedua itu juga disebutkan konflik lain antar nelayan di Kamal Muara, yakni kecemburuan. Disebutkan kecemburuan muncul lantaran nelayan pengolah kerang hijau sering mendapat bantuan. Lalu persoalan limbah karang yang dianggap bisa menimbulkan konflik pemanfaatan lahan karena tidak ada tempat untuk pembuangan limbah kerang. (Baca: Raperda Zonasi Persoalkan Ancaman Pemanasan Global dan Naiknya Air Laut)

Artikel ini ditulis oleh: