Jakarta, Aktual.com — Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Surabaya menggelar Rapimnas II dengan tema ‘Islah Nasional dan Konsolidasi Pemenangan Pilkada 2015’ di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (13/7).
Pada Rapimnas tersebut, Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romy) menegaskan kepengurusannya yang legal diakui hukum.
Selain itu Romy menyebut beberapa persoalan yang harus dicermati partai berkonflik jelang pilkada serentak. Salah satunya adalah islah.
“Mencermati secara seksama yang dimaksud gagasan konsensus islah pencalonan seperti apa. Dan dengan kaitan yang dimaksud dengan islah pencalonan itu siapa dengan siapa. Karena ada persoalan serius,” ujar Romy pada Rapimnas PPP di Jakarta, Senin (13/7).
Romy menyebut tiga hal yang perlu menjadi perhatian khusus menjelang pelaksanaan pilkada serentak pasca putusan PTUN yang mensahkan kubunya menjadi PPP yang legal.
“Pertama kalau kemudian islah pencalonan itu begini, Peraturan KPU islah atau inkrah? kalau belum inkrah maka islah. Islah ini ada dua. Islah pencalonan atau islah kepengurusan. Yang lalu KPU hanya mengatakan kepengurusan tapi hari ini KPU sudah berencana merevisi dengan islah pencalonan,” tuturnya.
Persoalannya, lanjut Romy, bagi PPP adalah bagaimana konsistensi pengaturan kalau dibuat dalam norma terhadap ketentuan pasal 23 ayat 3 UU Parpol yang menyatakan bahwa susunan kepengurusan parpol itu harus ditetapkan oleh menteri.
Artinya, ketika bicara ketetapan menteri maka ketetapan menteri manapun harus menjadi landasan apa yang sudah dibatalkan dengan kepengurusan atau yang lama.
“Nah kalau bicara Djan Farid dan Dimyati, dia tidak memiliki basis legal apapun karena belum pernah mendapat keabsahan dari manapun. Itu jadi persoalan serius apabila ini dijalankan,” cetusnya
Kedua, kata Romy, Didalam UU Pilkada sendiri dijelaskan bahwa tiap parpol berdasarkan Perpu No 1 Tahun 2014 Pasal 40 Ayat 4 bahwa tiap parpol hanya berhak mengajukan satu calon.
“Bagaimana kalau dua kepengurusan yang dimintakan mengajukan dua calon yang berbeda? Tentunya salah satu kan harus tertolak. Dan siapa? Tentunya yang tidak miliki legalitas,”
“Kemudian yang ketiga tentu menjadi persoalan bahwa eksistensi kepengurusan menjalankan roda organisasi hanyalah satu keorganisasian di PPP. Tidak ada dua,” jelasnya.
Sehingga, lanjutnya, jadi pertanyaan bagaimana ditingkat pusat tidak melakukan konsolidasi apapun kemudian dibandingkan dengan kepengurusan yang menjalankan roda organisasi secara paripurna.
“Sampai hari ini PPP masih terus mengkritisi rencana penerapan norma ini dan mencoba melihat kesesuaian dengan undang-undang,” kata Romy.
Romy menekankan, KPU agar tidak gamang melakukan pengambilan sikap dalam penerbitan keputusan soal penandatanganan SK pencalonan, yang membuat KPU justru menerbitkan keputusan yang melanggar UU.
“PPP normatif saja, sesuai UU saja bahwa KPU tidak pada tempatnya untuk menetapkan siapa yang sah dan tidak menurut UU,” imbuhnya.
Rapimnas II PPP berlangsung dari tanggal 13-14 Juli 2015. Pada pembukaan Rapimnas PPP membahas Fit and Proper Test calon kepala daerah dalam pilkada serentak, Desember mendatang.
Artikel ini ditulis oleh: