Jakarta, aktual.com – Direktur Utama PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN), M. Sattar Taba, mengungkapkan pihaknya akan memperluas dan mengembangkan bisnis melalui pembukaan kawasan industri baru.
Sattar menyebutkan ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah disurvei bersama calon investor dari luar negeri, untuk melakukan rencana tersebut.
“Yang sudah disurvei bersama calon investor yaitu Kuala Tanjung dan Tanjung Tiram, di Sumatera Utara, Kota Batang, Rembang, serta Kebumen di Jawa Tengah, dan Kabupaten Bantaeng, serta Takalar di Sulawesi Selatan” Ujar Sattar pada acara acara Halal bihalal dan Silahturahmi PT. KBN dengan segenap keluarga besar dan mitra kerjanya di Jakarta, ditulis Kamis (20/6).
Ironinya, ucapan Sattar itu dilakukan saat KBN sedang berpolemik berkepanjangan dengan investor. Bisa dibilang, BUMN yang berkantor di kawasan Cakung, Jakarta Utara ini punya rapor yang tak cukup apik dalam menjalin kerja sama dengan investor. Sebut saja sengketa-sengketa yang masih membelenggu KBN dengan mitra mereka seperti PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN), khusus di Pelabuhan Marunda.
Pada tahun 2016, terdapat kasus tata kelola dengan PT. Multicon Indrajaya Terminal, sebuah perusahaan yang memegang 10-15% ekspor impor di seluruh Indonesia, yang turut menunjang perekonomian nasional selama lebih 20 tahun ini. Ratusan buruh yang tergabung dalam Persatuan Karyawan Lintas Multicon Indrajaya Terminal (PKLMIT) berunjuk rasa di gerbang KBN karena tidak komitmen dengan kesepakatan perjanjian kerjasama pengelolahan depo yang berakhir tahun 2023.
Para demonstran juga menduga adanya kecurangan KBN, yang disinyalir ingin menguasai Multicon. “Melihat gerak-geriknya, ada permainan KBN dengan Kontraktor yang ditunggangi oknum-oknum tertentu untuk menyisihkan Multicon,” ujar Ferry, salah satu perwakilan PKLMIT.
Satu lagi masalah yang berpotensi investor mengernyitkan dahi untuk bekerja sama dengan KBN yaitu di Pelabuhan Marunda. Fasilitas yang digadang-gadang menjadi salah satu hub poros maritim nasional tersebut malah menuai sengketa. KBN mengguggat mitra swastanya, PT Karya Teknik Utama (KTU), Bersama dengan anak perusahaan mereka yaitu KCN, dan bahkan Kemenhub selaku regulator.
Selama 15 tahun itu, sudah lebih dari Rp 3 triliun dikeluarkan investor, alih-alih mendapat keuntungan dari sebuah kerja sama, malah rentetan masalah menerjang. Mulai dari KBN tidak mengerjakan porsi pengurusan izin sesuai perjanjian. Akibatnya, investor yang harus melakukan semua. Dalam kesepakatan disebutkan bahwa KBN-lah yang memiliki kewajiban untuk mengurusi semua perizinan kepelabuhan.
“Bahkan hal itu diperhitungkan sebagai bagian dari setoran modal KBN dalam anak perusahaannya. Namun pada pelaksanaannya, hal tersebut tidak dilakukan sehingga investor harus melakukan semuanya,” ujar kuasa hukum KCN, Juniver Girsang.
Hal tersebut juga berlanjut dengan KBN tidak melunasi pembelian saham, karena ternyata belum direstui Menteri BUMN.
Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012. Posisi Direktur Utama beralih dari Rahardjo ke Sattar Taba. Kali ini, KBN meminta revisi komposisi saham pada Desember 2012. Disepakati, komposisi saham menjadi 50:50, agak aneh tak ada yang mayoritas. Investor lagi-lagi mengalami kejadian tidak mengenakkan karena hingga setahun lebih usai penandatanganan kesepakatan perubahan porsi saham, KBN tidak urung lunasi setoran untuk menambah porsi saham. Setelah ditelusuri, ternyata langkah KBN tersebut belum mendapatkan restu Menteri BUMN sebagai pemegang saham KBN.
Sementara itu, proses pembangunan pier 1 Pelabuhan Marunda terus berjalan hingga selesai. Bahkan Kementerian Perhubungan sudah menunjuk KCN untuk melakukan konsesi kegiatan pengusahaan jasa kepelabuhan pada terminal KCN di Marunda pada 16 September 2016, yang dilanjutkan dengan penandatangan perjanjian konsesi antara regulator dan KCN. Namun setelah pembangunan rampung, KBN malah memperkarakan KTU dan Kementerian Perhubungan ke pengadilan. Perkaranya adalah izin yang diterbitkan Kemenhub dinilai tidak valid.
Hal ini menjadi pukulan telak bagi poros maritim yang diimpikan bangsa Indonesia dan berpotensi mencoreng citra investasi di Tanah Air. Kondisi bertambah kurang ideal dengan dugaan skandal korupsi Sattar Taba yang telah dilaporkan ke KPK dengan tuduhan manipulasi uang Rp7,7 miliar terkait proyek pembangunan Pelabuhan Marunda.
Melihat rapor tersebut, sudah pantas KBN untuk berintrospeksi agar tidak menimbulkan preseden buruk bagi citra berinvestasi di Indonesia. Ekonom senior Faisal Basri pun sempat angkat bicara. Menurut Faisal, pemecahan masalahnya justru sederhana, yaitu pemecatan Sattar Taba dari Dirut KBN oleh Menteri BUMN Rini.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin