Kudus, Aktual.com – Ratusan artefak peninggalan sembilan wali dipamerkan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, dalam rangka merayakan peradaban wali-wali Jawi di kompleks Makam Sunan Kudus dan Menara Kudus, Rabu (29/11).
Pameran artefak yang digelar oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia bekerja sama dengan Perhimpunan Pemangku Makam Auliya se-Jawa tersebut, dihadiri Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Nadjamuddin Ramly dan Kasubdit Diplomasi Budaya Dalam Negeri Yayuk Sri Budi Rahayu.
Pembukaan pameran artefak wali-wali jawi tersebut, ditandai dengan pemukulan beduk dan pemotongan pita bunga pada pintu masuk ruang pameran yang memanfaatkan aula di kompleks Makam Sunan Kudus dan Menara Kudus.
Menurut Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Nadjamuddin Ramly, pameran artefak di Kudus ini merupakan yang pertama.
Dengan adanya pameran tersebut, dia berharap peninggalan para wali tersebut bisa dikenal masyarakat luas.
Selain itu, lanjut dia, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk mengajak semua pihak, terutama pemerintah daerahnya bersedia memberikan perhatian terhadap sejumlah peninggalan para wali agar tidak rusak.
“Jangan sampai benda bersejarah tidak terawat dan akhirnya hancur. Ketika benda bersejarah tak terawat dan hancur, maka generasi milenial tidak bisa melihatnya,” ujarnya.
Padahal, kata dia, hal itu sangat penting untuk menambah wawasan tentang Islam dan keindonesiaan.
Ia berharap, masyarakat bisa mengetahui sejarah perjuangan Islam.
“Bahkan, pejuang kemerdekaan banyak berasal dari kalangan santri, jika tidak ada walisongo tidak mungkin ada pejuang santri,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, bahw dakwah yang dilakukan walisongo sangat halus, ada akulturasi budaya dalam dakwahnya.
“Dakwah walisongo, ibarat mencabut rambut dari tepung, rambutnya tidak terputus dan tepungnya juga tidak berantakan. Artinya dengan akulturasi budaya, dakwah walisongo berjalan baik dan diterima masyarakat,” ujarnya.
Ia mencontohkan, bentuk akulturasi budaya dalam dakwah, seperti menggunakan gamelan, tembang jawa dan wayang untuk sarana dakwah atau penyebaran Islam saat itu.
“Walisongo juga menunjukkan strategi dakwah yang lembut dan moderat serta membawa rahmat dan kesejahteraan bagi umat,” terangnya.
Untuk itu, kata dia, pameran benda bersejarah terkait penyebaran Islam yang dilakukan ulama atau wali nusantara harus dilakukan.
“Mudah-mudahan, pameran serupa bisa digelar setiap semester,” ujarnya.
Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus Muhammad Nadjib Hassan mengakui, pameran artefak wali-wali jawi ini merupakan yang pertama.
“Mudah-mudahan kegiatan tersebut bisa berlanjut,” ujarnya.
Dengan adanya kegiatan tersebut, kata dia, untuk mengajak masyarakat mengingat perjuangan para wali dalam menyebarkan Islam.
Para wali tersebut, kata dia, telah meninggalkan warisan yang kasat mata maupun tidak.
“Mudah-mudahan, warisan wali yang luhur tersebut bisa menjadi pedoman hidup masyarakat,” ujarnya.
Benda-benda bersejarah peninggalan wali yang dipamerkan, di antaranya ada bedug wali abad XV, sirap Masjid Agung Demak, kentongan wali abad XV, maket Masjid Agung Demak, Alkuran abad ke-19, serta benda-benda bersejarah lainnya.
Selain itu, dipamerkan pula sejumlah foto bersejarah, juga dilaksanakan kegiatan lainnya, mulai dari sarasehan, pagelaran seni budaya wali jawi hingga bedah buku.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: