Jakarta, Aktual.com – Ratusan nelayan mendukung gugatan terkait ekspor benur lobster agar diizinkan pemerintah, yang sedang berlangsung di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
“Dukungan tertulis itu disampaikan ratusan nelayan ke asosiasi, untuk mendukung temannya yang sedang menggugat,” kata kuasa hukum nelayan Happy Hayati Helmi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (10/11).
Adapun penggugat yang maju adalah Didit Alnur Pramudita, Madroji Siswanto, Toton Sopyan, Ipik Taupik, Yayat Hidayat, Masriya, Samsul Rizal, Suhri Jalu, Arjani, dan Bambang Handoko.
Meski tidak masuk berkas gugatan, ratusan nelayan memberikan dukungan tertulis agar kasus itu menang. Jumlah dukungan ini masih terus bertambah.
“Ini memang serius, kami meminta untuk diberi kepastian hukum dalam bidang benur lobster,” ujar.
Happy berharap para nelayan bersatu mendukung gugatan itu. Saat ini pernyataan dukungan tertulis dikirimkan dari nelayan di pesisir selatan Jawa, seperti dari Lebak, Bayah, dan Sukabumi.
“Kalau perlu dari seluruh Indonesia,” ujarnya.
Happy menilai larangan ekspor lobster membuat ratusan nelayan ketakutan. Apalagi mereka melihat di berbagai berita teman-temannya ditangkap dan diproses hukum karena menangkap dan menjual benur lobster.
“Mereka melihat dari berita, nelayan ditangkap. Ketakutan ini menjadi kata kunci,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, para nelayan meminta kepastian hukum atas hak asasi dalam mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Para Nelayan itu mengajukan petitum yakni menyatakan tindakan pemerintahan berupa perbuatan tidak bertindak (Omission) Presiden Republik Indonesia yang tidak menerbitkan peraturan pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.
Menyatakan batal atau tidak sah tindakan pemerintahan berupa perbuatan tidak bertindak (Omission) Presiden Republik Indonesia yang tidak menerbitkan peraturan pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan, merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.
Mewajibkan tergugat untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan
Sementara itu, Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai gugatan itu prematur. Seharusnya, nelayan mengajukan notifikasi terlebih dahulu.
Pihak KKP menilai hal itu berlaku ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa pengadilan berwenang menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif.
Para penggugat sama sekali belum mengajukan upaya administratif kepada para tergugat. Sehingga beralasan bagi majelis hakim pada perkara a quo untuk menyatakan gugatan para penggugat premature.
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin