Ia menilai para pedagang tidak melanggar perda karena tidak berjualan di atas trotoar atau bahu jalan. “Selama ini kami berjualan di depan rumah kami sendiri, bukan di bahu jalan atau trotoar. Apakah itu salah?,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya tidak mengetahui kalau selama ini telah dibuatkan tempat berjualan oleh Pemkot Surabaya di lahan bekas SD Panjaringan Sari yang telah dibongkar beberapa waktu lalu itu.

Hal ini, lanjut dia, dikarenakan para pedagang Pandugo hanya diberi waktu dua hari untuk segera mengosongkan tempat yang selama ini digunakan mencari nafkah. “Mereka terkesan tutup mata. Mestinya menawari dulu kepada kami, mau atau tidak untuk pindah,” ujarnya.

Ia menilai relokasi tersebut tidak berdampak positif dan manfaat kepada 150 pedagang Pandugo yang sudah puluhan tahun berjualan di depan rumahnya masing-masing. “Justru sebaliknya, kebijakan itu menyengsarakan kami. Selama ini kami sudah nyaman berjualan disini,” ujarnya.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap Pemkot Surabaya tidak menghalau pedagang dengan menghadirkan petugas gabungan dari Satpol PP, polisi dan TNI.

“Kami seperti musuh negara. Kami minta diberi kebebasan,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid