Petani di wilayah tersebut merasa terkejut karena pihak pengembang tidak menunjukan dokumen kepemilikan yang jelas, sehingga ditakutkan pengembang menjual lahan yang selama ini digarap ratusan petani lokal.

“Kami sudah menggarap lahan tersebut sejak puluhan tahun lalu, meskipun belum pernah memiliki sertifikat, akta jual beli ataupun surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT),” katanya.

Namun ungkap dia, jika lahan yang dijual memang benar-benar ada dan merupakan warisan, petani ingin kejelasan dokumen yang otentik.

“Kami ingin tahu tanah mana yang mereka akan jual termasuk batas-batasnya yang mereka miliki. Jangan sampai asal menjual sementara sampai saat ini sudah banyak yang membeli kapling di wilayah ini,” katanya.

Apabila dokumen dan izin yang dibutuhkan lengkap, petani mengaku tidak keberatan dengan keberadaan pengembang, namun fakta yang ada menunjukan semua yang dilakukan pengembang bersifat tidak resmi.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid