Sidang lanjutan ini beragenda mendengarkan saksi ahli,Uji materi ini berkaitan dengan pembentukan pansus hak angket KPK dan beberapa ahli dihadirkan di antaranya Pakar Hukum Acara Pidana Arif Setiawan dan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun sebagai ahli dari KPK, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan sebagai saksi ahli dari Pemerintah. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum Refly Harun mengungkapkan bahwa gugatan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) yang mengklaim sebagai ahli waris aset nasionalisasi SMAK Dago, apalagi sampai dimenangkan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung akan berakibat merusak tatanan reformasi hukum di Indonesia.

Menurutnya, gugatan klaim ahli waris aset nasionalisasi seperti itu bakal memicu lembaga lain untuk melakukan hal serupa.

“Tinggal membuat yayasan atau organisasi kemudian mengatakan kami ahli waris tanah di Monas atau Istana Presiden lalu pengadilan memenangkannya. Saya kira luar biasa,” ujar Refly Harun di Jakarta, Kamis (2/11).

Padahal sesuai konstitusi, lanjutnya, aset yang telah dinasionalisasi tidak dapat di klaim memiliki lagi ahli waris. Bahkan, termasuk misalnya pemilik sahnya aset tersebut juga tak dapat lagi mengakuinya.

Oleh sebab itu, ujar Refly, amat wajar bila kasus persidangan perkara SMAK Dago dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) sebab dinilai banyak keanehan.

Apalagi, salah satu alat bukti gugatan klaim ahli waris yang digunakan adalah keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 yang kini sedang berlangsung proses sidang pidananya.

“Saya kira wajar jika KY memperhatikan putusan Majelis Hakim PN Bandung. Penting meminta perhatian institusi yang ada terhadap kasus SMAK Dago,” kata Refly.

Untuk diketahui, laporan perkara kejanggalan persidangan SMAK Dago telah diterima KY dan sedang dalam proses pemeriksaan. Begitu juga dengan sidang pidana tiga terdakwa keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 hingga kini masih berlangsung di PN Bandung.

Ketiga terdakwa keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 tersebut adalah Edward Soeryadjaya, Maria Goretti Pattiwael dan Gustav Pattipeilohy.

Namun, terdakwa Edward Soeryadjaya dan Maria Goretti Pattiwael hingga sebelas kali persidangan belum pernah hadir dengan dalih sakit.

Padahal, pihak RSUD Tarakan Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung dan Dokter Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menyatakan dapat saja kedua terdakwa dihadirkan ke persidangan dengan didampingi ahli medis.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka