(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kedoknya serupa, isu-isu mulia pun dihembuskan. Perannya sama, hanya saja kali ini aktornya berbeda. “Modusnya sama” yakni kebijakan yang dipaksakan. Di tengah “riuhnya” persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilihan presiden (Pilpres), lazimnya kebijakan perihal nomor telepon seluler harus teregistrasi sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) ini menjadi satu dari sedikitnya pilihan.

Kebijakan lama Kementerian Komunikasi dan Informasi tampaknya menimbulkan pro dan kontra di lapangan. Pasalnya kebijakan perihal nomor telepon seluler harus teregistrasi sesuai dengan NIK dan KK ini menimbulkan banyak pertanyaan.

Terlebih, kebijakan itu keluar mendekati tahun politik yakni Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Di mana, pada tahun tersebut, Indonesia kembali melakukan pemilihan presiden (Pilpres). Meski pun itu sulit dicerna, tapi nyatanya munculnya kebijakan itu mendekati tahun politik.

Banyak yang menganggap bahwa melalui kebijakan itu pemerintah akan memanfaatkan data kependudukan untuk kepentingan politiknya. Bila demikian, bagaimana itung-itungannya? Wajar bagi kalangan politikus yang berseberangan dengan pemerintah memiliki kekhawatiran seperti itu.

Terlebih, menurut Pakar keamanan siber dari CissRec Pratama Persadha, Indonesia belum memiliki badan keamanan siber yang cukup kuat. Sehingga, pemerintah tak bisa menjawab jaminan keamanan terhadap masyarakat.

Pembelian kartu SIM tanpa registrasi terlebih dahulu memang berbahaya. Apalagi, banyaknya warga negara asing yang datang ke Indonesia hanya untuk membeli kartu SIM, dan kemudian digunakan untuk penipuan atau bahkan menyebarkan berita-berita hoax. Tapi masalahnya, registrasi tersebut juga tidak ketat-ketat banget.

Pratama mengaku sempat melakukan hal ilegal untuk menguji keamanan registrasi. Misal mencari data NIK dan nomor KK di internet untuk kemudian dilakukan untuk registrasi. Setelah menemukan nomor yang tertera di “Mbah Google, kemudian mencoba mendaftar ke 4444 seperti arahan Kemenkominfo.

Usaha itu pun berhasil. Lantas, bagaimana pemerintah mencegah NIK dan KK yang sudah tersebar di internet tidak dimanfaatkan orang lain?

“Kalau orang mau berbuat jahat, orang mau berbuat kriminal dia bisa memanfaatkan data-data itu di internet,” kata dia ketika dihubungi belum lama ini.

“Belum kalau data kecamatan, belum data kelurahan, karena standar keamanan mereka minimal sekali,” kata dia melanjutkan.

Bila klaim pemerintah untuk menertibkan nomor-nomor yang digunakan untuk penipuan, nyatanya meski sudah mendaftarkan sesuai dengan arahan Kemenkominfo, sms atau telpon penipuan tetap saja terjadi.

Dirjen IKP Jamin Data Aman

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang