Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo (kanan) didampingi Dirjen Otonomi Daerah Sumarsono (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/4). Rapat tersebut membahas RUU tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, penyusunan dan mekanisme pembahasan RUU. FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah sedang mempertimbangkan penerapan rekapitulasi elektronik (e-rekap) atas penghitungan suara Pemilu 2019, karena proses pungutan dan penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) demokratis dengan melibatkan banyak saksi.

“Tadi didiskusikan apakah 2019 siap e-voting. Saya kira permasalahan bukan di e-voting, tapi e-rekap,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, usai mendampingi para Komisioner KPU bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/8).

Ia mengatakan, rekapituasi suara di TPS-TPS di daerah harus diselesaikan dengan baik karena proses di TPS sudah sangat demokratis.

Menurut dia, pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada Pemilu 2019 yang merupakan gabungan pemilu presiden dan legislatif akan disaksikan seluruh masyarakat, saksi dari partai politik, saksi dari Badan Pengawas Pemilu, saksi calon presiden, lembaga pemantau pemilu dan pers.

“Nah, e-rekap akan menjadi bahan pertimbangan kita semua,” katanya.

Dalam pertemuan dengan presiden, KPU juga meminta agar Undang-udang (UU) untuk Pemilu 2019 dapat diselesaikan paling lambat akhir 2016 karena pada 2017, KPU mulai melaksanakan tahapan Pemilu 2019.

Ketua KPU Juri Ardiantoro mengatakan pada 2017, KPU akan memverifikasi partai politik yang akan menjadi peserta pemilu dan pemetaan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten dan DPRD Kota.

“Beberapa isu penguatan lembaga penyelenggara pemilu kami minta dimasukkan ke revisi UU Pemilu,” kata Juri.

Menanggapi penguatan lembaga penyelenggara pemilu dalam revisi UU Pemilu 2019, Tjahjo mengatakan pemerintah ingin membuat KPU diperlakukan sama dengan lembaga negara lainnya.

“KPU itu lembaga negara, tapi nasib KPU tidak sama dengan lembaga negara lainnya. Contoh kecil adalah KPU tidak ada anggaran kesehatan. Kalau sakit ya berobat sendiri. Padahal lembaga negara lain seperti LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Konsumen) Ombudman, ada jaminan kesehatan,” katanya.

Terkait dengan permintaan KPU agar UU Pemilu 2019 disahkan paling lambat akhir 2016, Tjahjo mengatakan pemerintah akan mengirim rancangan revisi UU itu pada September 2016 sehingga ada waktu Oktober sampai Desember 2016 untuk menyelesaikan revisi.

 

(ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara