Jakarta, Aktual.com — Sekjen KIARA, Abdul Halim mengajak masyarakat Indonesia untuk melihat sejauh mana pemerintahan Jokowi-JK melindungi produsen dalam skala kecil, terlebih lagi janji yang dicapai adalah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
“Kami percaya bahwa bicara poros maritim dunia tanpa memberikan perlindungan ekstra kepada masyarakat pesisir lintas provinsi kami menyebutnya ‘omong kosong’,” kata Abdul Halim pada diskusi menyambut Hari Pangan Sedunia, kepada Aktual.com, Jakarta, Kamis (15/10).
Di kesempatan dan tempat yang sama, Abdul Halim juga menyinggung soal reklamasi teluk Benoa, Bali. Rencana reklamasi teluk Benoa, menurutnya, akan merusak ekosistem laut di Pulau Dewata.
Dari dialog ia bersama para nelayan setempat, dirinya mendapati temuan bahwa jika reklamasi tersebut tetap diteruskan akan menimbun sedikitnya sepuluh area ikan dalam berkembang biak.
“Ketika ini ditimbun otomatis akan banyak nelayan yang akan beralih profesi,” tegasnya.
“Kalau kita melihat konteks Bali, maka mereka mau tidak mau harus bekerja sebagai ‘waitress’ di banyak restoran yang akan dibangun di atas lahan reklamasi tersebut,” kata ia menambahkan.
Hingga sekarang, kata ia, jumlah nelayan kita berkisar 2,2 juta orang. 90 persen dapat dikategorikan sebagai nelayan kecil menurut UU Perikanan.
“Meskipun karakternya kecil, ternyata kontribusinya cukup besar terhadap sektor perikanan Indonesia,” ujarnya.
“Untuk tahun 2012, menurut data FAO, Indonesia berada di peringkat kedua dengan total produksi 5,4 juta ton setelah Tiongkok. 70 persen produksi perikanan nasional adalah kontribusi nelayan kecil,” paparnya menutup pembicaraan.
Artikel ini ditulis oleh: