Jakarta, Aktual.com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mengadukan pelanggaran administrasi oleh Gubernur Pemerintah DKI Jakarta kepada Ombudsman RI di Jakarta, Kamis (9/3). Pelaporan ini secara khusus terkait dengan maladministrasi dalam proyek reklamasi Pulau C dan Pulau D yang sangat jelas permasalahan administrasinya.
Menurut gabungan dari tujuh LSM lingkungan ini, izin pembangunan Pulau C dan D telah melanggar enam regulasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Enam aturan yang dilanggar adalah sebagai berikut:
Pertama, UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
KSTJ menganggap pelanggaran proses pembangunan yang tidak sejalan dengan Perda Tata Ruang dengan membangun dua pulau yang tergabung. Hal ini jelas-jelas telah melanggar Pasal 69 ayat (1), Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 73 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2007. Ketentuan ini tidak hanya menyasar pemegang izin reklamasi yang tidak membangun sesuai dengan ketentuan tetapi juga pejabat yang mengeluarkan izin tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang yang telah dinyatakan dalam peraturan Mengenai Tata Ruang yaitu Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
Kedua, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana telah diubah dengan UU No.1 Tahun 2014.
Menerbitkan perizinan tanpa mendasarkan pada Peraturan mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sebagai kewajiban UU No. 27/2007 sebagaimana telah diubah UU No. 1/2014. RZWP-3K menjadi arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan pemerintah kota yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Dalam menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi, seharusnya mendasarkan atas RZWP-3-K yang hingga pelaporan ini diajukan tidak pernah diterbitkan.
Ketiga, UU No 32 tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.
Pembangunan berbagai rumah dan ruko untuk kalangan ekonomi diatas Pulau C dan Pulau D telah melanggar UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Sebagaimana diketahui ada tersebar “Pengumuman Permohonan Penerbitan Izin Lingkungan Skala Amdal Rencana Kegiatan Reklamasi dan Pembangunan diatas Pulau C dan D” padahal pembangunan sudah berjalan. Hal ini tentunya telah melanggar Pasal 109 dan Pasal 111 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009.
Keempat, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Terbitnya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang melanggar Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Permen PU mengatur alur untuk dapat terbitnya suatu Peraturan mengenai panduan rancang kota atau dapat disebut juga dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Sebelum menerbitkan Pergub No. 206 Tahun 2016, wajib ada tiga peraturan daerah mengenai: Rencana Detail Tata Ruang Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Kota sehingga sangat jelas ada pelanggaran administrasi oleh Gubernur DKI Jakarta.
Kelima, Peraturan Menteri LH No.05 tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/kegiatan yang wajib memiliki Analisis mengenai dampak lingkungan.
Baru-baru ini beredar poster online berupa “Pengumuman Permohonan Penerbitan Izin Lingkungan Skala Amdal Rencana Kegiatan Reklamasi dan Pembangunan di atas Pulau C dan D” yang beredar dari situs http://pelayanan.jakarta.go.id/.
Adanya poster tersebut menunjukkan Pembangunan bangunan dan ruko di atas Pulau C dan Pulau D merupakan pelanggaran terhadap tindak pidana administratif dari hukum lingkungan. Dan oleh karena itu telah sangat tegas pihak pengembang swasta maupun dari pihak pejabat pemerintah telah melanggar PERMEN LH No. 5 Tahun 2012.
Dalam Permen ini disebutkan bahwa setiap pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman dengan pengelolaan tertentu dengan skala luasan > 25 ha hingga > 2000 ha wajib untuk memiliki Dokumen AMDAL. Namun, pihak Pemprov DKI Jakarta justru melakukan pembiaran, alih-alih melakukan pengawasan yang ketat.
6) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17/Permen-KP/2013 Tentang Perijinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomer 28/Permen-KP/2014.
Menteri Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan Permen KP Nomor 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Permen KP Nomor 28/PERMEN-KP/2014 yang mengatur lebih lanjut mengenai teknis prosedur dan kewenangan menerbitkan perizinan reklamasi.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (3) Permen KP No 17/PERMEN-KP/2013, diwajibkan memiliki rekomendasi dari Menteri KP terkait dengan izin lokasi reklamasi dengan luasan di atas 25 (dua puluh lima) hektar. Rekomendasi tersebut diterbitkan dengan mempertimbangkan empat aspek, yaitu:
a. kesesuaian lokasi dengan RZWP-3-K atau RTRW provinsi,
kabupaten/kota yang sudah mengalokasikan ruang untuk reklamasi;
b. kondisi ekosistem pesisir;
c. akses publik; dan
d. keberlanjutan kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
Namun, kewajiban Pasal 8 ayat (1) Permen KP Nomor 17/PERMEN-KP/2013 tersebut tidak dipenuhi oleh Pejabat yang menerbitkan izin Reklamasi.
Pewarta : Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs