Jakarta, Aktual.co —Diserahkannya ‘nasib’ hasil rekomendasi Panitia Angket ke pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti, dianggap sebagai sesuatu yang tidak jelas oleh Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia.
Padahal hasil penyelidikan panitia angket selama ini sudah jelas menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terhadap Undang-Undang.
Yakni dengan mengirim dokumen RAPBD DKI 2015 lalu untuk dievaluasi Kementerian Dalam Negeri, meski bukan hasil pembahasan dan persetujuan bersama DPRD. Selain itu Gubernur Ahok juga telah dinyatakan melanggar etika dan norma dengan sebundel bukti-bukti dari media online dan laman Youtube.
“Rekomendasi paripurna malah semakin ngawur dan tidak jelas. Malah bisa dianggap banci. Kok rekomendasinya malah diserahin ke pimpinan,” kata Direktur Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, kepada Aktual (6/4).
Padahal, ujar Syam, jika merujuk UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tugas pimpinan dewan sebenarnya hanya sebagai juru bicara saja bagi anggota dewan. “Seperti jubir ketika memimpin rapat dan mewakili DPRD bila ada acara seremonial antar lembaga,” ucap dia.
Sementara di Pasal 85 ayat 4 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, jelas dikatakan bahwa hasil hak angket harusnya diserahkan ke penegak hukum. “Dengan hasil paripurna tadi semakin mengindikasikan kalau hak angket selama ini sesungguhnya tidak jelas, dan bersifat banci,” ujar dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana mengatakan belum bisa memastikan kelanjutan hasil investigasi pansus angket akan bergulir kemana. Apakah ke Hak Menyatakan pendapat, atau hanya berakhir di pemberian sanksi ke Ahok.
Kata dia, keputusan itu baru bisa didapat saat rapat pimpinan (rapim). “Di rapim kita putuskan dilanjutkan kemana,” ujar Lulung, usai paripurna di DPRD DKI, Senin (6/4).
Artikel ini ditulis oleh:

















