Jakarta, Aktual.co — Pengamat Migas dari Asosiasi Ekonomi-Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengkritisi rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM).

Menurutnya, beberapa rekomendasi yang dikeluarkan sangat berbahaya bagi kedaulatan bangsa dan keselamatan rakyat dan perlu untuk dikritisi bahkan dilawan. Dari segala rekomendasi dan pernyataan tim RTKM setidaknya ada tiga garis besar yang membahayakan keselamatan negara dan rakyat.

“Dari bidang subsidi, tim menilai subsidi migas membebani APBN. Itu yang menjadi dasar seluruh uraian Faisal Basri mengenai subsidi dan ruang lingkup subsidi. Cara mengurangi beban subsidi APBN, diantaranya adalah menghapus RON 88, dan digantikan dengan RON 92. Diikuti dengan diserahkannya perdagangan BBM pada pasar terbuka,” kata Salamudin di Jakarta, Rabu (3/6).

Ditambah lagi, sambung dia, tim merekomendasikan mekanisme pendistribusian subsidi dengan pola subsidi kepada individual.

“Padahal yang kami sarankan bisa subsidi ke sektor, seperti pertanian dan nelayan. Tapi ini direduksi, seperti yang dilakukan ADB ke World Bank. Subsidi dianggap sebagai belas kasihan kepada warga negara, bukan dianggap sebagai tanggungjawab Pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan industri ekonomi,” terang dia.

Kemudian, lanjutnya, mengatasi efisiensi yang membengkakkan subsidi tersebut, serta merta ditarik ke rantai pasok Pertamina, utamanya yang ada di luar negeri. “Dianggap seolah-olah kalau rantai pasok dibubarkan terjadi efisiensi. Logika ini terlampau jauh, dan tidak dekat dalam struktur perdagangan migas,”terangnya.

“Tim ini juga terlihat sekali kecenderungannya pada rencana untuk memberikan dominasi pada penanaman dan penguasaan modal asing dengan merekomendasikan insentif fiskal, tax holiday secara besar-besaran kepada investor asing,” imbuh dia.

Selain itu, di bidang regulasi tim merekomendasikan pembentukan BUMN baru menggantikan SKK Migas.

“Tapi kalau ditarik ke mana arah revisi, itu seluruhnya pada pelemahan Pertamina. mulai pembentukan BUMN khusus yang mengelola migas. regulasi yang mempersempit ruang gerak Pertamina,” tuturnya.

“Dari ketiga cakupan itu, saya sampai kesimpulan Tim Reformasi Tata Kelola Migas merupakan bagian langsung terlibat rezim internasional, sindikat kartel dan mafia internasional. Mereka sadar atau tidak berada dalam alur permainan itu,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka