Ratusan pengunjuk rasa yang mengatasnamakan Forum Pemuda Nasional melakukan aksi di depan Istana Negara, Jakarta (16/12). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah menghentikan kontrak karya PT Freeport Indonesia dan minta Sudirman Said bersama Maroef Syamsuddin diproses hukum karena telah melawan hukum yakni Pasal 32 UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Menteri Energi Sumberdaya dan Mineral, Sudirman Said telah bertindak sewenang-wenang, dan tidak mampu menegakkan kedaulatan perundang undangan yang berlaku di Indonesia atas keputusannya yang memberi rekomendasi izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport.

Tindak kejahatan Sudirman bukan hanya melanggar Undang-Undang (UU) No 4 tahun 2009 tentang larangan ekspor konsentrat saja, namun sudirman telah menimbulkan rasa ketidak adilan bagi perusahaan lain yang bergerak di sektor yang sama.

“Jelas kebijakan tersebut mengusik rasa keadilan bagi pengusaha yang taat peraturan dan sudah membangun smelter, ini preseden buruk oleh pemerintahan sekarang,” kata pakar energi, Yusri Usman

Yusri merasa heran atas tindak tanduk Sudirman yang bersikap lunak pada Freeport hingga sanggup melakukan pelanggaran hukum demi Freeport.

Padahal kata Yusri, Freeport sudah jelas jelas tidak punya itikad baik terhadap Indonesia dan tidak mau tunduk pada perundang undangan di Indonesia.

Yusri menyampaikan; berdasarkan data ESDM tahun 2015 menyebutkan bahwa stasus update progres pembangunan smelter saat ini;

1. Cahaya Modern 100%,
2. Indoferrom 100%,
3 PT Antam Pomala 80%,
4. Bintang Delapan mineral+ Bintang Delapan Energy 98%,
5. Gebe Industri Nikel 80%
6. PT. Macika Mada Madana 68%,
7. Integra Mining Nusantara 71%,
8. Gebe sentral+ Fajar Bhakti Nusantara 66%,
9. PT Karyatama Konawe Utara 50%

Sementara PT Freeport Indonesia baru 11.5 % dalam bentuk Amdal dan pembobotannya belum”ground breaking”.

“Ada apa dengan Sudirman yang rela melanggar UU demi bela Freeport, padahal Freeport tidak punya itikad baik terhadap indonesia?” herannya.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan UU No 4 tahun 2009 pasal 170 berbunyi “Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”.

Artinya, sejak UU tersebut ditetapkan tahun 2009, seharusnya Freeport telah memenuhi perintah UU dan membangun smelter dalam rangka pemurnian barang galian, paling lambat tahun 2014.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Nebby