Jakarta, Aktual.com – Sebanyak 16 Narapidana Korupsi Diberi Remisi Langsung Bebas dalam Perayaan HUT Ke-78 RI
Pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-78 Republik Indonesia, 16 narapidana kasus korupsi diberikan remisi langsung bebas, sementara 2.120 orang mendapatkan pengurangan sebagian hukuman. Salah satu penerima remisi pengurangan hukuman adalah mantan Ketua DPR, Setya Novanto, yang baru-baru ini juga menerima remisi pada saat Lebaran. Koordinator Humas dan Protokol dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rika Aprianti, menjelaskan bahwa semua penerima remisi ini telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Dasar pemberian remisi tersebut adalah Undang-Undang tersebut, di mana narapidana harus memenuhi persyaratan administratif dan substantif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Meskipun demikian, adanya pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi ini menuai beberapa pertanyaan. Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan bahwa remisi bukanlah pemberian yang bersifat sukarela, melainkan sebagai bentuk apresiasi bagi narapidana yang telah mengikuti program pembinaan dengan baik dan terukur. Yasonna berharap remisi dapat menjadi motivasi bagi narapidana untuk tetap berperilaku baik dan mematuhi aturan yang berlaku.
Namun, pandangan terkait pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi tidaklah seragam. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempertanyakan pemberian remisi langsung bebas kepada 16 narapidana kasus korupsi tersebut, namun memandangnya sebagai kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kemudahan narapidana kasus korupsi dalam memperoleh remisi.
Zaenur mengkritik bahwa sejak pembatalan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan oleh Mahkamah Agung serta revisi UU Pemasyarakatan, terpidana korupsi tidak lagi diwajibkan memenuhi syarat khusus untuk mendapatkan remisi. Menurutnya, hal ini mencerminkan ketidaksetaraan dalam perlakuan terhadap tindak pidana korupsi dan perlakuan terhadap tindak pidana lainnya. Zaenur berpendapat bahwa kebijakan remisi harus mempertimbangkan tingkat keseriusan tindak pidana dan dampak yang ditimbulkannya.
Dengan semakin mudahnya terpidana korupsi memperoleh remisi dan pembebasan bersyarat masa pidana, perlu dipertimbangkan penerapan aturan khusus dalam UU Pemasyarakatan untuk tindak pidana tertentu. Hal ini penting agar efek jera tetap terjaga dan pemulihan kerugian negara dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi