Menteri ESDM Archandra Tahar (kiri) berbincang dengan Dirut PLN Sofyan Basir (kanan) sesaat sebelum memulai Rapat Koordinasi (Rakor) bersama sejumlah pejabat PLN di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Sabtu (6/8). Rakor tersebut membahas mengenai perkembangan pembangunan pembangkit dan jaringan transmisi 35.000 MW serta program energi baru terbarukan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Serikat Pekerja PLN (Persero) menyebut perusahaannya akan mengalami kerugian sebesar Rp140 Triliun pertahun akibat proyek listrik 35.000 MW tanpa perencanaan yang matang.

Ketua umum Serikat pekerja PLN, Jumaris Abda memaparkan, dalam ketentuan take or pay yang disepakati pada Power Purchase Agreement (PPA), PLN wajib membayar listrik yang dihasilkan oleh Independen Power Producer (IPP) meskipun kapasitas tidak diambil semua, atau tidak terserap.

“Sekarang IPP bukan lagi berpartisipasi, tapi sudah mendominasi dari jumlah pembangkit yang ada,” kata Jumaris di Jakarta, Rabu (25/1).

Lebih lanjut, dengan banyaknya jumlah IPP dan tidak diimbangi kemampuan PLN untuk menyalurkan listrik yang dihasilkan. PLN tetap membayar walaupun daya tersebut tidak diserap.

Dia berujar bahwa sesungguhnya kebutuhan listrik nasional hari ini hanya sebesar 20.000 MW, dengan adanya penambahan 35.000 MW, total kapasitas terpasang sekitar 92.000 MW.

Padahal lanjutnya, beban puncak kebutuhan nasional hanya 50.000 MW. Sehingga terjadi over suplai sebesar 42.000 MW dan kelebihan itu tetap harus dibayar oleh PLN.

“Daya terpasang 92.000 MW mw beban puncak 50.000 MW, maka over suplai dan kerugiannya nanti sekitar Rp140 Triliun pertahun,” tandasnya.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan