Yogyakarta, Aktual.com – Rencana Studi Amdal Megaproyek NYIA (New Yogyakarta International Airport) yang dilakukan Angkasa Pura 1 selaku pemrakarsa menuai kecaman warga korban gusuran serta Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta lantaran dinilai menyalahi UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yogi Zulfadhli, Kepala Divisi Ekosob LBH DIY dalam jumpa pers, ditulis Sabtu (5/11), menegaskan bahwa pihaknya telah berulang kali mengkritik keras Angkasa Pura 1 maupun Pemprov DIY terkait pelanggaran prosedur proses pengadaan tanah megaproyek NYIA, baik terkait RTRW maupun aspek lingkungan hidup, dimana IPL (Izin Penetapan Lokasi) yang terbit Oktober 2015 lalu tanpa disertai dokumen Amdal.
“Meski Angkasa Pura 1 Senin lalu menerbitkan pengumuman Studi Rencana Amdal, hal ini tentu tidak dapat dinilai sah secara hukum karena proses Amdal dilakukan tidak pada tahapan yang semestinya,” kata dia.
Secara prosedur, papar Yogi, Amdal sepatutnya dilakukan diawal pada tahap perencanaan, bukan pada tahap pelaksanaan seperti sekarang, dimana saat ini proses telah masuk pengadaan tanah bahkan hampir selesai termasuk ganti rugi. (Baca:http://www.aktual.com/lbh-pemberian-kompensasi-lahan-bandara-kulonprogo-tak-sah/)
Tak berbeda, warga korban gusuran Kecamatan Temon yang tergabung dalam paguyuban Wahana Tri Tunggal (WTT) melalui Ketuanya, Sumartono, juga mengatakan bahwa warga mengecam rencana studi Amdal NYIA yang dilakukan Angkasa Pura 1.
Diungkap Martono, warga WTT yang dulunya sekitar 600 KK kini tinggal 300 KK, terdiri dari kurang lebih 450 bidang lahan. Hal tersebut akibat intimidasi yang dialami warga seperti listrik akan dimatikan, anak-anak tidak bisa sekolah, warga yang keluarganya PNS akan ‘diganjal’ dan lain sebagainya. “Banyak perubahan sikap dari warga yang dulu keberatan kini dengan terpaksa setuju,” ujarnya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DI Yogyakarta menurutnya juga sempat mengiyakan bahwa memang di Kecamatan Temon tidak diperbolehkan ada pembangunan Bandara sebab wilayahnya dataran rendah juga rawan tsunami, namun saat diminta sebagai saksi pihak BPBD tidak bersedia, karena faktor X.
“Kita tidak usah sebutkan, kita tahu mengapa.” sindirnya.
(Baca: http://www.aktual.com/ahli-geologi-analisis-risiko-megaproyek-bandara-internasional-kulonprogo/)
Nelson Nafis
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Arbie Marwan