Jakarta, Aktual.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan akan segera melakukan audit terhadap dana desa yang tahun ini dianggarkan Rp60 triliun. Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar menjelaskan sejauh ini penggunaan dana desa relatif belum banyak tersentuh tangan lembaga auditor negara, karenanya jika hal ini tidak difokuskan oleh BPK, akan semakin rentan diselewengkan.

Namun hingga saat ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih belum memperoleh formulasi yang tepat untuk masuk dan melakukan audit terhadap pengelolaan dana desa tersebut.

“Dimana ada anggaran dari negara seharusnya diaudit BPK. Khusus dana desa kami sedang mencari formulasinya,” katanya saat berkunjung ke kantor sebuah media bulan lalu.

Menurut Bahrullah potensi penyelewengannya dana desa cukup tinggi. Berdasarkan pengalaman audit anggaran dana desa yang berasal dari APBD, banyak kepala daerah yang ditahan lantaran menyelewengkan dana tersebut.

“Isu-isu seperti ini yang akan kami fokuskan, karena dana desa merupakan salah satu kebijakan dari sisi fiskal untuk menggenjot pembangunan daerah, karenanya patut dijaga,” jelasnya.

Namun menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memaparkan ada dua skema audit yang harus dilakukan BPK untuk memastikan penggunaan dana desa tepat sasaran.

“Dua skema audit yang bisa diterapkan dan paling mendesak adalah audit efektivitas dana desa serta audit keuangan,” katanya.

Proses audit diperlukan sebagai bagian dari pengawasan implementasi dana desa. Pasalnya, kendati sudah masuk ke tahun kedua, dampak terhadap pembangunan di daerah juga belum terlalu terasa.

Oleh karena itu, melihat fakta di lapangan tersebut, seharusnya sejak awal BPK diberi wewenang untuk mengaudit dana desa. Namun, kebutuhan sumber daya manusia di lembaga auditor negara itu juga perlu dipikirkan.

“Untuk mensiasatinya BPK bisa menggandeng akuntan publik, mumpung sedang pembahasan anggaran 2018 di DPR, usulan tambahan dana audit bisa dimasukkan,” jelasnya.

Sementara Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo memastikan pengawasan terhadap penggunaan dana desa dilakukan secara ketat.

Dia menjelaskan dana desa tidak akan disalurkan kalau laporan dan hasil audit dari penggunaan dana desanya bermasalah. Salah satu strategi untuk menjamin realisasinya, pemerintah memutuskan pencairan dana desa dilakukan dalam dua tahap.

“Kemendes PDTT juga ada satuan tugas [Satgas] Dana Desa. Masyarakat dapat melaporkan ke satgas dana desa setiap ada dugaan penyelewengan penggunaan dana desa,” kata Eko.

Eko menambahkan, Satgas Dana Desa juga akan membantu merumuskan kebijakan dan pengawasan pelaksanaan penggunaan dana desa.

Kemudian Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes PDTT Taufik Madjid mengatakan soal pengawasan penggunaan anggaran dana desa dilakukan kepada pemerintah daerah melaui inspektoratnya masing-masing.

Secara eksplisit, katanya, pengawasan di bawah langsung Kementerian Dalam Negeri. Namun, mereka juga memiliki kewenangan untuk memastikan penggunaan dana desa sesuai sasaran.

Secara umum jumlah desa yang menerima dana desa sekitar 74.910 dengan jumlah pendamping desa sekitar 29.000. Kondisi itu membuat seorang pendamping desa bisa mendampingi tiga sampai empat desa.

“Ini tentu kurang efektif, karena jumlahnya tak berimbang dengan desa yang memperoleh dana desa. Sedangkan kalau mau menambah terkendala anggaran,” pungkasnya.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan