Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Center for Indonesa Taxation Analysis (CITA) yang juga sebagai konsultan pajak, Yustinus Prastowo mengklaim, ada dana Rp600 triliun yang segera masuk ke dalam negeri sebagai dana repatriasi dari program prngampunan pajak (tax amnesty).
Dana-dana milik wajib pajak (WP) besar ini disebutnya sudah melakukan deklarasi di periode pertama itu, dan segera akan direpatriasi. Untuk itu, pemerintah juga mestinya mau memfasilitasi dengan membuka instrumen investasi yang inginkan pemilik dana itu.
“Dari informasi yang saya dapat, sudah ada Rp600 triliun yang sudah di-declare di luar negeri dan mau dibawa pulang. Apalagi dananya itu bentuknya likuid bukan hanya aset,” tandas Prastowo di Jakarta, ditulis Rabu (12/10).
Sehingga dengan dana tersebut, maka potensi repatriasi itu besar sekali, tinggal bagaimana pemerintah memfasilitasinya dengan instrumen investasi yang tepat.
“Itu dilakukan di periode pertama lalu. Dan dilakukan secara persuasif. Kalau pun nantinya yang bisa balik separuh saja atau Rp300 triliun, saya rasa sudah banyak. Tinggal pemerintah tanyakan, Anda butuh investasi apa kalau mau bawa pulang? Cepat fasilitasi dong,” papar pengamat pajak ini.
Menurutnya, potensi deklarasi dan dana repatriasi ke depannya, terutama di periode kedua dengan tarif 3 persen ini memang masih besar. Apalagi di periode pertama, dia melihatnya WP-WP besar belum terlalu banyak.
“Di periode kedua ini tetap masih bisa (WP besar ikut tax amnesty). Apalagi kalau dari angka yang ada, masih sedikit WP besar yang mau ikut. Sehingga potensi repatriasi juga masih bisa dimaksimalkan,” tegas dia.
Selama di periode pertama belum banyaknya WP besar yang ikut, karena kemarin-kemarin masih belum banyak WP besar yang mengurus terkait special purpose vechical (SPV) dan segala macam. Sehingga mereka baru akan ikut di periode kedua ini.
Sementara itu, potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk ikut tax amnesty juga masih terbuka. Selama pemerintah melakukan pendekatan yang persuasif, bukan malah mengejar-negejar mereka.
“Karena potensi UMKM untuk ikut masih banyak, asal strateginya tepat. Tepatnya itu adalah bagi UMKM kasih fasilitas dan insentif dulu, baru pemerintah ngambil pajaknya. Jangan ditakut-takuti ikut tax amnesty. Apalagi mengejar-ngejarnya,” jelasnya.
“Kalau saat ini cara DJP malah mengejar. Dan saya yakin kalau mengejar pajak UMKM itu tidak bisa. Mereka pasti melawan, karena selama ini pemerintah tidak pernah membantu kok sekarang banyak menuntut. Itu psikologisnya,” imbuh dia.
Jadi tak hanya masalah tarif yang rendah, bagi UMKM cara pendekatan yang tepat akan menjadi daya tarik. Pasalnya, sejauh ini potensinya besar terutama di sektor perdagangan dan jasa, serta digital economy.
“Apalagi untuk digital economy, itu untuk mengawasinya lebih mudah. Karena terkoneksi ke sistem kok, baik dari sisi pembayaran dan lainnya,” ungkap dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka