Jakarta, Aktual.com – Pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan baik dari segi kesehatan serta ekonomi karena mengancam Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah mendekati minus 3,5 persen pada kuartal III membuat Forum Strategis Arah Bangsa (Fostrab) mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah-langkah strategis dan taktis serta ketegasan obyektif dalam menghadapi situasi nasional dan internasional.
“Sejak dilantik sebagai Presiden RI untuk periode keduanya pada Oktober 2019, bisa dikatakan Presiden Jokowi memasuki fase terberatnya,” kata Koordinator Fostrab Jamaluddin Malik dalam pernyataannya, Selasa (17/11).
Menurut Jamaluddin, masyarakat acapkali menyaksikan visi misi Presiden terkadang tidak dilakukan secara maksimal oleh para pembantunya, terutama para menteri yang minim “sense of social and politics”-nya.
Selama masa pandemi, lanjutnya, para pembantu presiden seakan lambat dan lemah dalam mengonsolidasikan satuan kerjanya masing-masing, padahal yang dibutuhkan masyarakat di tengah pandemi adalah rasa aman, nyaman dan ketenangan sehingga melahirkan sikap optimisme.
Seperti Omnibus Law UU Cipta Kerja yang bertujuan menggerakkan perekonomian, namun karena minimnya sosialisasi akhirnya membuat kebijakan tersebut ditentang banyak pihak, ditambah adanya kesalahan ketik pada draft akhir UU Cipta Kerja dan “surat perintah” kepada elemen mahasiswa untuk menyudahi aksi-aksinya.
Tak hanya itu, “keblunderan” lanjut Jamaluddin kembali dilakukan oleh para pembantu presiden, seperti disaksikan beberapa hari lalu, yaitu pembagian 20.000 masker Satgas COVID-19 untuk suatu acara yang tidak seharusnya diselenggarakan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Hal tersebut justru memberikan dampak negatif kepada Presiden Jokowi sehingga muncul pemikiran di masyarakat bahwa negara dikelola dengan tidak profesional.
Oleh karena itu, Fostrab yang terdiri dari organ-organ penggerak Jokowi menyampaikan sejumlah sikap, di antaranya meminta Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah-langkah strategis dan taktis serta ketegasan obyektif dalam menghadapi situasi nasional dan internasional.
“Kedua, meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi dan mengganti menteri, staf khusus, dan perangkat lain yang kinerjanya sudah tidak lagi sesuai dengan visi dan misi presiden,” kata Jamaluddin.
Ketiga, meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk lebih cermat dan selektif dalam menerima informasi dan masukan dari para pembantu presiden.
“Keempat, meminta kepada Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi untuk menertibkan TNI/Polri, termasuk aparatur negara yang melakukan manuver-manuver sehingga dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Jamaluddin
Kelima, meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan komunikasi intensif dengan tokoh agama, ormas keagamaan, dan masyarakat adat demi menjaga keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara.
Keenam, Presiden Joko Widodo tidak boleh tunduk atas tekanan negara manapun, bahwa Indonesia sebagai negara berdaulat dan menganut politik bebas aktif yang telah diatur dalam konstitusi Republik Indonesia.
“Kemudian, Fostrab juga mengajak seluruh masyarakat untuk mewaspadai provokasi dari entitas kelompok tertentu yang akan membuat kegaduhan sehingga berimbas pada perpecahan suku, agama dan ras (SARA),” pungkas Jamaluddin. (RRI)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i