Presiden Joko Widodo (ketujuh kiri) dan Wapres Jusuf Kalla (ketujuh kanan) berfoto bersama dengan keduabelas menteri Kabinet Kerja hasil perombakan jilid II usai diumumkan di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7). Keduabelas orang menteri tersebut adalah Menko Polhukam Wiranto (ketiga kiri), Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Binsar Pandjaitan (keenam kanan), Menkeu Sri Mulyani (keenam kiri), Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil (keempat kanan), Menhub Budi Karya Sumadi (Ketiga kanan), Mendikbud Muhadjir Effendy (kanan), Menteri ESDM Archandra Tahar (kelima kanan), Menperin Airlangga Hartarto (kelima kiri), Menteri PAN dan RB Asman Abnur (keempat kiri), Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo (kedua kiri) dan Mendag Enggartiasto Lukita (kiri). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago (Ipang) memandang perombakan kabinet jilid II kemarin sebagai sinyal pembangkangan dari Presiden Jokowi terhadap PDIP.

“Saya memang melihat Presiden Jokowi selalu mengirim pesan menjadi pembangkang kepada PDIP. Karena hampir keinginan dan kehendak PDIP tidak dipenuhi presiden Jokowi,” kata Ipang, saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (4/8).

Kondisi berbeda justru diperlihatkan Jokowi kepada Nasdem. Lantaran, sambung dia, keinginan partai bentukan Surya Paloh cenderung dikabulkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

“Lain cerita dengan partai Nasdem. Nampak Presiden Jokowi hampir mengabulkan keinginan dan kehendaknya. Presiden nampak lebih tunduk ke Surya Paloh dibandingkan Ibu Megawati,”

“Misalnya Surya Paloh marah kepada Presiden Jokowi ketika ingin menganti Jaksa Agung, presiden tidak menganti Jaksa Agung. Padahal hampir semua suara publik meminta presiden agar Jaksa Agung segera dicopot. Begitu juga ketika permintaan Ibu Megawati meminta Kapolri Budi Gunawan, presiden Jokowi lebih mendengar suara penolakan dan aspirasi publik,” papar dia.

Padahal, kata Ipang, presiden harus menunjukan sikap dalam bentuk porsi yang sama.

“Harusnya perlakuan presiden terhadap Ibu Megawati dengan Surya Paloh sama, namun realitasnya kok beda,” tandas dosen politik dari UIN Syarief Hidayatullah itu.

 

Laporan: Novrizal

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang