Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto mendampingi Presiden RI Jokowi menghadiri penutupan Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS) I Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (28/7/2016). Dalam penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas ) I Partai Golkar mendeklarasikan mendukung Jokowi untuk maju kembali Pilpres 2019.

Jakarta, Aktual.com – Perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu bukan tanpa jejak. Terlebih, perombakan itu ditandai dengan masuknya Partai Golkar dan PAN.

Pengamat politik Burhanudin Muhtadi menyebut reshuffle jilid II adalah bentuk perangkulan konflik. Positifnya, kebijakan ini membuat kekuatan politik pemerintah bertambah.

“Reshuffle produk rekonsiliasi politik Jokowi. Dengan masuknya Golkar, terjadi rekonsolidasi politik di tingkat elit. Jokowi justru makin percaya diri, seiring dengan betambahanya armada baru,” ujar Burhandin dalam sebuah diskusi di bilangan Pondok Cabe, Tanggerang Selatan, Sabtu (5/8).

Tapi sayangnya, perombakan kabinet ini juga meninggalkan bercak negatif, khususnya di parlemen atau DPR. “Jokowi bisa terperangkap dalam kartel politik. Sebab, prinsip check and recheck tidak bekerja secara maksimal, karena eksekutif kuat parlemen lemah,” paparnya.

Kendati demikian, sampai saat ini masih tertampak nilai positif kekuatan politik Jokowi. Kata Burhan, kader PDI-P itu masih bisa menguasai para partai penyokongnya. “Namun, sampai saat ini Jokowi belum terlihat dikontrol oleh kartel politik tersebut,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby