Jakarta, Aktual.com – Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meresmikan RS Pasar Minggu, 12 Desember 2015 lalu, dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Disampaikan pengamat hukum tata negara Masnur Marzuki, peresmian itu bertentangan dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI yang menguatkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, terkait pengosongan lahan.

“Selain perbuatan melawan hukum, itu juga bentuk penistaan terhadap institusi pengadilan,” ujar dia, saat dihubungi Aktual.com, Jumat (15/1).

Alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) ini menyayangkan adanya pelecehan terhadap keputusan pengadilan tersebut. “Apalagi pelakunya justru institusi pemerintahan,” ujar dia.

“Wibawa pengadilan dan tegaknya hukum itu harga mati, tidak boleh ditawar-tawar lagi,” imbuh Masnur.

Kalaupun Pemprov DKI ‘ngotot’ mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya, kata Masnur, harusnya dibuktikan lewat jalur hukum. “Bukan malah menunjukkan arogansi dan pura-pura tuli atas amar putusan pengadilan,” kata dia.

PT DKI diketahui mengeluarkan putusan persidangan terkait sengketa lahan RS Pasar Minggu seluas 152.870 m2 tersebut, 17 November silam. Putusan perkara No. 535/PDT/2015/PT.DKI tersebut, menguatkan putusan persidangan sebelumnya, PN Jaksel. Mengabulkan sebagian gugatan penggugat intervensi misalnya.

Para penggugat intervensi, saat persidangan di PN Jaksel, terdiri dari cucu dan cicit Engin bin Leos, yakni Sobirin bin Ali Lihin, Sholahuddin binti Enap, Supardi bin Baan bin Djidi, Boin Effendy bin Baan, dan Astari Rizal bin M Mugeni bin Engon.

Adapun 11 orang ahli waris Fam Faber, yang turut mengklaim sebagai pemilik sah lahan itu, selaku tergugat intervensi I. Sedangkan Gubernur DKI, kepala Kantor Pertanahan Jaksel, Dinas Pertamanan dan Dinas Pemakaman DKI, Dinas Kelautan dan Perikanan DKI, serta Sudin Kelautan dan Perikanan Jaksel, pihak tergugat I-V.

PN Jaksel pun menyatakan, bahwa penggugat intervensi sebagai pemilik sah atas lahan tersebut, sebagaimana tercantum pada Eigendom Verponding No. 6109. Kemudian, menganggap Sertifikat Hak Pakai No.99/1977 atas nama Pemda DKI, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Kemudian, tergugat intervensi II dan pihak ketiga lain yang mendapat hak dari tergugat II intervensi diperintahkan mengosongkan sekaligus menyerahkan lahan milik penggugat intervensi tanpa syarat sejak keputusan berkekuatan hukum tetap.

“Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta,” tulis sebagian putusan PT DKI yang dipimpin Hakim Ketua Majelis, Elang Prakoso Wibowo, serta dua Hakim Anggota, Asli Ginting dan Mochamad Hatta.

Artikel ini ditulis oleh: