Semarang, Aktual.com – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai perlunya peran agama yang inklusif dalam merespons krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia sampai sekarang ini.
“Harus disadari bahwa dalam menghadapi krisis kemanusiaan perlu ada upaya serius untuk merekonseptualisasi peran agama agar lebih inklusif, responsif, dan progresif,” katanya di Semarang Jawa Tengah, Sabtu (3/2) malam.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Gus Men saat menutup Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 tahun 2024, yang diadakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.
Menurut Menteri, agama tidak hanya menjadi sumber ketenangan spiritual, melainkan juga harus menjadi pendorong perubahan positif dalam masyarakat.
Oleh karena itu, ia meminta perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI) untuk memberikan arahan kajian yang bersifat humanis dengan mengacu pada penelitian yang telah terbukti di dunia Islam.
Untuk melibatkan peran agama dalam menanggapi krisis kemanusiaan, ia menyoroti beberapa catatan penting yang perlu menjadi perhatian akademisi PTKI. Pertama, pentingnya memahami peran agama dalam konteks krisis kemanusiaan.
“Agama sejatinya bukan hanya tentang keyakinan pribadi, tetapi juga tentang bagaimana keyakinan tersebut memberi sumbangan nyata dalam mengatasi krisis kemanusiaan,” katanya.
“Saat ini, pesan agama kemanusiaan telah menggema dari Indonesia dan Asia Tenggara, untuk dunia yang sedang berduka atas krisis kemanusian yang terjadi di Eropa Timur dan Timur Tengah,” katanya.
Poin kedua yang disoroti adalah pentingnya memahami ajaran agama sebagai sumber gerakan kemanusiaan bersama. Gerakan yang menerjemahkan nilai-nilai agama harus melibatkan pendekatan holistik yang menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan praktis masyarakat yang terdampak.
“Upaya konkret dalam menanggapi krisis kemanusiaan dapat melibatkan mobilisasi sumber daya agama, promosi kolaborasi antaragama untuk perdamaian, dan advokasi perdamaian, keadilan, serta hak asasi manusia,” paparnya.
Terakhir, Gus Men menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai modal untuk memberikan kontribusi yang nyata, sesuai dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh Kementerian Agama dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami berharap penguatan moderasi beragama dapat menjadi kontribusi Indonesia dalam mengatasi permasalahan kontemporer dan menjaga perdamaian dunia. Dengan kompleksitas yang ada, Indonesia seharusnya menjadi laboratorium studi Islam dan agama secara keseluruhan,” tegasnya.
AICIS ke-23, yang diselenggarakan pada 1-4 Februari 2024 oleh Kemenag, menjadi forum bagi ratusan intelektual muslim internasional untuk merumuskan solusi terhadap berbagai permasalahan kemanusiaan global.
Tema AICIS tahun ini adalah “Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues,” dengan tujuan mencapai kedamaian, keadilan, dan saling menghormati antarsesama.
Acara ini dihadiri oleh rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) se-Indonesia, tokoh agama, dan ratusan akademisi internasional Islam.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan