Jakarta, Aktual.com — Koalisi Responsibank Indonesia, yang merupakan gabungan dari beberapa LSM seperti Prakarsa, ICW, WALHI, PWYP Indonesia, YLKI, INFID, TuK Indonesia, menyatakan kebijakan bank-bank besar nasional belum memperhatikan isu lingkungan.
Hal ini ditunjukkan dengan hasil penilaian dan pemeringkatan oleh Responsibank Indonesia pada 11 bank di Indonesia, baik swasta maupun pemerintah, yang dilakukan pada tahun 2016.
“Bank-bank nasional besar seperti Bank Mandiri, BCA, BRI dan BNI masih jauh tertinggal dibandingkan dengan cabang bank multinasional yang berkantor pusat di negara maju seperti HSBC (Inggris), Citibank (Amerika Serikat) dan Mitsubishi-UFJ (Jepang),” kata perwakilan koalisi Responsibank Rotua Tampubolon salam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Kamis (10/3).
Adapun penilaian Responsibank Indonesia itu didasarkan pada kebijakan pemberian pinjaman dan investasi maupun kebijakan operasional terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Hasilnya menunjukkan bahwa di kategori bank asing, HSBC mendapat skor paling tinggi yaitu 37,83 persen, dengan skala 0-100 persen. Di bawahnya ada Citibank dengan 36,08 persen.
Sementara di kategori bank nasional nilai tertinggi yang diraih oleh Bank Danamon dengan nilai “hanya” 10,98 persen, disusul BNI dengan 6,37 persen, Bank Mandiri 3,46 persen, Bank BRI 3,09 persen dan peringkat terbawah ada OCBC NISP 1,13 persen (bisa dilihat di laman http://responsibank.id/).
“Institusi keuangan, terutama bank, dapat memiliki andil besar dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui kebijakan investasi mereka di berbagai sektor industri. Karena itu, sudah semestinya bank memiliki kebijakan kredit dan investasi yang mengusung paradigma berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan,” tutur Rotua.
Selain itu, lanjut dia, Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator industri jasa keuangan juga telah menerbitkan peta jalan keuangan berkelanjutan sebagai pandu.
Kesimpulan Responsibank Indonesia, secara umum, bank-bank nasional masih belum banyak mempublikasikan kebijakan terkait prinsip-prinsip keberlanjutan di aspek sosial dan lingkungan hidup seperti perubahan iklim, keanekaragaman hayati, hak asasi manusia, serta hak pekerja. Padahal, menurut mereka, dengan menerapkan kebijakan yang lebih bertanggung jawab, bank akan dapat berkontribusi lebih banyak pada pembangunan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan.
Untuk itu, Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) meminta perbankan harus berani dan meninggalkan kebijakan yang tidak memihak lingkungan.
“Bank harus lebih progresif, tidak sekadar mempromosikan ‘kebijakan hijau’ di atas kertas, tetapi mesti lebih ‘visioner’ dan berani untuk segera meninggalkan proyek dan investasi menimbulkan risiko hancurnya lingkungan hidup, perubahan iklim, dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Kurniawan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan