Oleh. : Agus Widjajanto, Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati sosial budaya, politik hukum dan sejarah Bangsa nya. Tinggal di Jakarta.

Restorasi Meiji, yang berlangsung selama tiga dekade di Jepang, menandai berakhirnya kekuasaan Shogun Tokugawa dan menjadi awal kebangkitan bangsa Jepang. Periode ini ditandai oleh perubahan besar-besaran dalam kehidupan masyarakat Jepang, mencakup bidang pendidikan, ekonomi, dan sistem militer. Pada tahun 1868, Shogun Tokugawa (Jenderal Agung) yang memerintah Jepang secara feodal kehilangan kekuasaannya, yang kemudian dikembalikan kepada Kaisar. Nama pemerintahan Meiji, yang berarti “pemerintahan yang tercerahkan,” menandai era baru dalam sejarah Jepang, dikenal sebagai Restorasi Meiji.

Setelah peralihan kekuasaan, Jepang di bawah Kaisar sebagai penguasa tertinggi melakukan restorasi besar-besaran. Sistem pendidikan yang sebelumnya bersifat feodal diubah dengan kebijakan sekolah gratis yang ditanggung negara. Para pemuda Jepang dikirim ke Eropa untuk mempelajari teknologi, keuangan, perbankan, dan strategi militer.

Inspirasi utama Restorasi Meiji adalah kebangkitan kekuatan militer Eropa dengan teknologi canggih yang mengancam Jepang. Kesadaran akan perlunya persatuan bangsa, yang sebelumnya terpecah dalam berbagai klan, menjadi kunci utama keberhasilan restorasi ini. Beberapa tokoh penting yang memotori Restorasi Meiji adalah Ito Hirobumi, Matsukata Masayoshi, Kido Takayoshi, Utagaki Taisuke, Yamagata Aritomo, Mori Arinori, dan Yamaguchi Naoyoshi.

Restorasi Meiji bertujuan memodernisasi pemerintahan di bawah Kaisar dengan pendekatan damai, menciptakan kepemimpinan yang berkesinambungan, dan pemerintahan yang terpusat. Sebelumnya, Jepang mengalami konflik berdarah antar klan dengan latar belakang persaingan kekuasaan menggunakan samurai, yang mengakibatkan kemunduran budaya dan teknologi. Kehadiran “kapal hitam” yang dipimpin oleh Komodor Matthew Perry pada tahun 1853 menjadi pendorong kuat bagi Jepang untuk bersatu demi modernisasi militer dan teknologi.

Dampak dari Restorasi Meiji tidak hanya dirasakan di Jepang, tetapi juga memengaruhi Tiongkok dan Korea. Negara-negara tersebut mulai mengirimkan pemuda mereka ke luar negeri untuk belajar, menghasilkan kemajuan yang dapat kita saksikan hingga saat ini.

Paralel Sejarah di Indonesia

Di Indonesia, pada tahun 1868 hingga 1889, masyarakat hidup dalam era tanam paksa akibat kekosongan kas Pemerintah Hindia Belanda setelah Perang Jawa (1825–1830). Periode ini membawa penderitaan luar biasa bagi rakyat. Baru pada tahun 1901–1942, politik balas budi yang diusulkan oleh Van Deventer memberikan sedikit harapan, meskipun pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak pejabat. Langkah ini menjadi cikal bakal lahirnya Budi Utomo (1908), gerakan Sumpah Pemuda (1928), dan akhirnya Proklamasi Kemerdekaan (1945).

Kondisi Pendidikan dan Ekonomi Saat Ini

Sistem pendidikan di Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar, seperti tidak adanya cetak biru standar tata cara pengajaran yang mampu mempertahankan budaya dan karakter kebangsaan. Biaya pendidikan yang mahal juga menjadi penghalang besar bagi masyarakat kecil dan menengah untuk mengakses ilmu. Selain itu, sistem ekonomi bebas yang mengadopsi kapitalisme dan perdagangan bebas menambah kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Organisasi internasional seperti IMF turut mencengkeram kebijakan ekonomi Indonesia.

Generasi muda kini mulai kehilangan jati diri sebagai anak bangsa yang cinta tanah air. Dalam situasi ini, semangat Restorasi Meiji dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk melakukan restorasi dengan cara dan nafas khas Indonesia dalam sistem ekonomi, politik, dan hukum, demi mencapai keadilan yang dicita-citakan oleh UUD 1945.

Refleksi dan Restorasi Indonesia

Penting bagi kita untuk bertanya, apakah sistem politik, ekonomi, dan hukum yang kita anut saat ini sudah sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa? Sejak awal kemerdekaan, UUD 1945 telah mengalami perubahan besar, termasuk amandemen sebanyak empat kali. Reformasi yang bertujuan menyempurnakan tatanan negara ternyata meninggalkan sejumlah persoalan dalam sistem ketatanegaraan kita.

Untuk mengembalikan stabilitas pemerintahan dan keutuhan bangsa, ada beberapa langkah krusial yang perlu diambil:

  1. Mengembalikan rumusan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 lama: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).”
  2. Mengembalikan kewenangan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
  3. Membubarkan DPD karena konsep utusan daerah sudah tercakup dalam MPR.
  4. Membentuk sistem kepartaian dwi partai (nasionalis dan agama) untuk menyederhanakan politik.
  5. Menerapkan sistem pemilu berbasis distrik.
  6. Memastikan presiden adalah warga negara asli Indonesia.
  7. Mempertegas kembali sistem pemerintahan presidensial dengan mengembalikan kewenangan asli presiden.

Langkah-langkah ini bertujuan menciptakan stabilitas pemerintahan, menjaga keutuhan NKRI, dan mengurangi beban negara dari politik transaksional. Selain itu, ini juga bertujuan menekan praktik korupsi yang kerap melibatkan partai politik dalam pengambilan kebijakan publik.

Dengan mengambil inspirasi dari Restorasi Meiji, Indonesia dapat membangun kembali sistem yang sesuai dengan kepribadian bangsa, memanfaatkan nilai-nilai luhur Pancasila, dan kembali menegakkan konstitusi yang mendukung cita-cita proklamasi.

Mari kita bangun Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur dengan semangat restorasi yang murni dan berkarakter kebangsaan.

 

 

Oleh. : Agus Widjajanto, Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati sosial budaya, politik hukum dan sejarah Bangsa nya. Tinggal di Jakarta.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano