Jakarta, Aktual.com – Revisi peraturan pemerintah (RPP) Nomor 52 dan 52 Tahun 2000 tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang (UUD) 1945.
Demikian disampaikan pakar hukum tata negara Margarito Kamis, di Jakarta, Kamis (17/11).
“Nah, untuk itu maka RPP itu kita harus pastikan dia dalam kerangka konstitusi,” ujar dia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) harus melibatkan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), dan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Hal ini sambung Margarito, agar diketahui pandangan tentang pertahanan dan keamanan.
“Polhukam saya yakin dan saya rasa logis untuk dilibatkan. Untuk itu, potensi gangguan yang akan ditimbulkan dan akan membahayakan atau mengganggu keamanan nasional kita,” tandasnya.
Karena itu, RPP dari PP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 jika disahkan, tidak boleh menganggu keamanan negara dan isinya tidak boleh melampui atau melabrak serta normanya tidak boleh bertentangan dengan UU.
“Ini meski harus kita pastikan, bahwa kehadiran RPP itu tidak mengganggu keamanan nasional kita,” tandas Margarito.
RPP Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 dari segi prosedur musti melibatkan partisipasi dan rasional masyarakat (publik), karena telokomunikasi sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat.
Menurut Margarito, soal proxy war merupakan persoalan serius yang harus diperhatikan, karenanya harus dikonsilldasikan. RPP ini juga harus dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, RPP terangkum dalam konstitusi dan secara implisit tidak bertentangan dengan undang-undang.
Pemerintah juga harus melindungi pengguna teknologi, serta proses pembuatan RPP ini harus berjalan sesui dengan konstitusi. RPP ini juga harus tegas mengatur tarif yang berlaku untuk semua provider telekomunikasi.
“Kita ingin agar RPP tegas atur bagaimana interkoneksi atar satu provider dengan provider yang lain. Lalu biaya itu. Menurut saya, harus didefinisikan secara tegas, sehingga para produsen tidak menentukan sekehendak hati mereka,” katanya.
Menurut Margarito, pembentukan RPP harus sesuai perundang-undangan yang berlaku dan isinya tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang lain agar memberikan kepastian hukum.
“Bagi saya, yang paling pokok ini, kita pastikan tidak bertentangan dengan undang-undang. Ada pengaturan tentang prinsip biaya produksi, biaya interkoneksi antar sesama provider, jarak dan lain-lain. Menurut saya, itu sebagai cara yang ditempuh sebagai negara hukum yang diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 28 b Ayat (5),” katanya.
Salah satu konsekuensi aturan di negara hukum, aturan yang dibuat harus memberikan kepastian hukum. “Kepastian hukum itu ada bila aturan-aturan itu tidak diberikan keleluasaan kepada produsen untuk mengatur sendiri hal terkait jaringan atau jasa itu. Di luar itu tidak konstitusiinal,” tandansya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby