Jakarta, Aktual.com – Rencana pemerintah untuk melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan atau biaya recovery dirasa terlambat oleh publik lantaran banyak KKKS terlanjur cabut dari Indonesia karena dirasa tidak ekonomis dalam berinvestasi.
Hal ini pun diakui oleh perintah dan menjadi salah satu alasan untuk merubah aturan tersebut. Namun pemerintah tidak mampu menjawab dengan bain alasan keterlambatan revisi aturan tersebut. Bahkan Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) menjawab sekenanya dengan menyuruh untuk menanyakan kepada rumput yang bergoyang.
“Cadangan kita yang terukur hanya 3,5 milar barel dan itu dalam berapa tahun akan habis. Jadi insentif ini sangat penting untuk menambah temuan cadangan. Kenapa baru sekarang revisi? Tanyakan pada rumput yang bergoyang,” Jawa LBP sekenanya, Jakarta, Jumat (23/9)
Sebagaimana diketahui pemerintah telah menyampaikan lima pokok-pokok perubahan dari revisi PP tersebut.
1. Pemerintah bersedia memberikan fasilitas perpajakan yakni PPN impor dan Bea Masuk, PPN Dalam Negeri, serta PBB pada masa eksplorasi.
2. Pemerintah juga bersedia memberikan fasilitas perpajakan berupa PPN impor dan Bea Masuk, PPN Dalam Negeri, serta PBB pada masa eksploitasi hanya dengan mempertimbangkan keekonomian proyek.
3. Pemerintah akan membebaskan PPh Pemotongan atas biaya operasi fasilitas bersama (cost Sharing) oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan fasilitas negara di bidang hulu migas serta alokasi biaya overhead kantor pusat.
4. Terdapat fasilitas non fiskal berupa invesment credit, percepatan depresiasi, dan terdapat pula DMO Holiday.
5. Pemerintah menerapkan konsep sliding scale, yang memungkinkan pembagian hasil lebih elastis jika terdapat windfall profit.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid