Jakarta, Aktual.com – Direktur Organisasi Masyarakat Ditjen Politik dan Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Laode Ahmad P Balombo, menjamin rencana revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) tidak membuat pemerintah lebih represif terhadap keberadaan ormas.

“Tidak, karena (revisi) itu hadir untuk menjadi aturan dan membuat supaya aspirasi punya kanal. Masyarakat yang tidak berorganisasi juga tidak terabaikan,” terangnya, Jumat (9/12).

Disampaikan, pemerintah menginginkan semua ormas terdaftar dan terdata dengan baik. Bukan hanya ormas yang berbadan hukum saja yang terdaftar sebagaimana diatur dalam UU Ormas. Rencananya, pekan depan Kemendagri akan menggelar pertemuan antar kementerian terkait untuk mapping terlebih dulu.

“Kami akan coba atur supaya setiap masyarakat yang membentuk ormas, mendaftar sebab prosedurnya mudah,” jelas Laode.

Apakah ormas yang tidak terdaftar melanggar aturan dan bisa dibubarkan? Apa sanksinya?

“Saya pikir sudah ada instrumennya masing-masing. Sebenarnya (sanksi) itu yang kami susun desainnya supaya applicable,” kata dia.

Instrumen sanksi dalam UU Ormas sekarang, lanjut Laode, terlalu panjang tahapannya. Karenanya Kemendagri berencana mengatur sedemikian rupa agar apa yang telah diatur dalam UU Ormas bisa aplikatif.

“Sekarang kan panjang tahapannya. Faktanya, apa yang diatur yang menjadi domain UU Ormas akan dibuat supaya ketemu, jangan enggak ketemu,” ujar Laode.

Dalam revisi nanti, misalnya dimungkinkan instrumen pemberian sanksi itu tidak harus melalui tiga tahapan melainkan cukup satu tahapan saja. Yakni dalam bentuk peringatan yang bersifat persuasif.

Jika sanksi peringatan tidak diindahkan baru kemudian dijatuhi sanksi kedua berupa Surat Peringatan (SP) dan terakhir dikasih punishment. Sanksi terakhir itulah yang menghentikan seluruh kegiatan ormas dimaksud.

“Peringatan tertulis, penghentian kegiatan,” demikian Laode. (Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid