Jakarta, Aktual.com – Mantan Tim Reformasi dan Tatakelola Migas sekaligus Dosen Ekonomi dari UGM, Fahmy Radhi mensinyalir, secara sistemik ada pihak yang menghambat penyelesaian revisi UU migas No 22 Tahun 2001. Dilihat dari perkembangannya, tidak ada progres yang berarti kendati sudah berjalan selama lebih dari tiga tahun.
Padahal ujarnya, penyelesaian UU tersebut sangat urgent untuk memberikan kepastian dalam investasi di sektor Migas. Belum lagi memang UU tersebut telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai produk hukum yang bertentangan dengan dasar negara. Maka dari itu, sepatutnya agenda revisi dilakukan dengan secepat mungkin.
“Molornya pengesahan revisi UU Migas semakin mengindikasikan bahwa ada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Mafia Migas, berupaya secara sitemik untuk menghentikan revisi UU itu. Tujuannya adalah untuk mempertahankan status quo UU Migas No 22 Tahun 2001 agar kepentingan mereka tidak terusik oleh perubahan UU Migas,” ujarnya di Jakarta, Minggu (19/2).
Adapun terkait wacana holding, dia menyarankan sebaiknya opsi holding ditempatkan di bawah Presiden ketimbang di bawah kewenangan Kementerian BUMN.
Namun lanjutnya, konsekwensi hal itu akan terjadi dominasi intervensi DPR terhadap holding yang memungkinkan menjadi ‘sapi perah’. Oleh karenanya, perlu aturan tata kelola yang dapat memagari intervensi berlebihan terhadap induk holding. Namun terlepas daripada itu, yang pasti tegasnya, revisi tersebut harus segera dituntaskan.
“Proses revisi UU Migas berlangsung sudah terlalu lama, tidak ada alasan bagi DPR untuk menunda lebih lama lagi penyelesaian revisi UU Migas No 22 Tahun 2001. DPR sudah seharusnya melakukan percepatan untuk menyelesaikan revis UU Migas dalam waktu dekat ini. Jangan biarkan quo vadis revisi UU Migas berlangsung lebih lama lagi,” tandasnya.
(Reporter: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka