Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menilai rakyat pantas meminta pertanggung jawaban konstitusi dan moral terhadap anggota DPRRI Komisi VII yang ngotot menyusun revisi Undang Undang Minerba nomor 4 tahun 2009. RUU tersebut terkait hilangnya pasal kewajiban harus melakukan pengolahaan dan pemurnian (Smelter) hasil penambangan di dalam negeri sesuai isi pasal 102 dan 103 UU Minerba.

“Berdasarkan copy ‘rancangan revisi UU Minerba’ yang berisi 285 pasal namun lebih berdaulat UU Minerba sebelumnya, nomor 4 tahun 2009,” ujar Yusri di Jakarta, Rabu (11/4).

Padahal, UU Minerba nomor 4 tahun 2009 hanya berisi 175 pasal, lebih sedikit dibandingkan rancangan RUU minerba. Revisi tersebut direncanakan akan disahkan oleh rapat paripurna DPR dalam waktu dekat.

“Penghilangan pasal wajib bangun smelter akan berakibat pada gagalnya program hilirisasi industri mineral berharga untuk meningkatkan nilai tambah secara ekonomi,” jelasnya.

Bahkan bagi investor yang sudah membangun smelter dan sedang membangun bisa menganggap tidak ada kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia.

“Menelisik isi rancangan UU Minerba, penghilangan pasal 102 dan 103 telah dirubah menjadi pasal 177 sampai dengan pasal 181 tentang ” Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara ” tidak ada satu kalimatpun yang menyatakan adanya kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian didalam negeri, aneh dan lucunya ketentuan ‘pemurnian didalam negeri’ malah akan diatur tersendiri dalam Peraturan Pemeritah seperti dimaksud pasal 181 ayat c rancangan UU Minerba,” jelasnya.

Dirinya menduga, produk revisi UU Minerba yang akan disahkan oleh rapat paripurna DPR merupakan persengkolan tingkat tinggi melibatkan pengusaha tambang besar dengan penguasa dan anggota legislatif

“Sungguh pengkhianatan besar terhadap pasal 33 UU Dasar 1945,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka