Jakarta, Aktual.com – Ekonom dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali meminta permasalahan ekspor mineral mentah tidak diseret kepada ranah politis. Hal tersebut hanya menambah kegaduhan dan memberi pengaruh buruk pada perekonomian nasional. Sebaiknya permasalahan larangan ekspor itu didudukkan pada orientasi solusi agar tidak merugikan pihak manapun.
“Para pelaku usaha menunggu konsistensi kebijakan dari pemerintah. pasalnya, Perusahaan harus konsisten mengikuti regulasi yang ada. Jadi, kedua belah pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha juga sama-sama konsisten. Ini tidak boleh diseret di ranah politis yang berakhir kegaduhan,” tuturnya, di Jakarta, Kamis (22/12).
Sebagaimana diketahui, izin ekspor konsentrat Freeport akan berakhir pada 12 Januari mendatang, namun pemerintah belum memberikan kepastian hukum untuk keberlangsungan komoditas itu.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Sujatmiko mengakui permasalahan kepastian hukum tersebut dibahas secara sengit di tingkat Kementerian Koordinator perekonomian.
“Masih dibahas di Menko Ekonomi. Hasilnya belum tahu seperti apa. Seperti yang dipahami publik, memang situasinya rumit,” kata Sujatmiko.
Untuk di Ingat, berdasarkan UU No 04 tahun 2009, perusahaan yang telah berproduksi dilarang melakukan ekspor mineral mentah sejak 4 tahun UU diberlakukan, hal ini sebagai upaya mendorong hilirisasi.
Namun yang menjadi permasalahan, hingga masa tenggang waktu yang diberikan UU berakhir, para pengusaha belum menyelesaikan pembangunan alat pemurnian.
Saat ini kemampuan PT Freeport melakukan pemurnian hanya sebesar 1 juta ton, sedangkan produksinya lebih dari tiga juta, sehingga pelarangan ekspor menjadi kendala bagi perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka