Bhima Yudhistira Adhinegara

Yogyakarta, Aktual.com – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berbeda pandangan dengan ekonom Universitas Indonesia Rhenald Kasali soal kondisi perekonomian sektor riil terutama lemah tidaknya daya beli masyarakat saat ini.

“Saya nggak sepakat sama Pak Rhenald, daya beli faktanya memang menurun tajam sejak 2014,” tegas Bhima kepada Aktual, Sabtu (29/7).

Dijelaskan, konsumsi rumah tangga di 2014 secara triwulanan masih tumbuh di 5.15%, sekarang cuma tumbuh 4.93%, pengeluaran masyarakat 40% terbawah di bulan Maret tumbuh 1.89%, pertumbuhan ini terbilang rendah dibanding periode sebelumnya.

Termasuk soal peralihan distribusi logistik dari sistem konvensional menuju online via jasa pengiriman JNE dan taksi online. Rhenald menyebut, daya beli bukannya drop, bukan juga karena keinginan membeli turun, melainkan terjadi shifting, berpindahnya uang dari kalangan menengah atas ke ekonomi rakyat.

“Menyalahkan peralihan dari toko ritel konvensional ke e-commerce sama dengan lari dari masalah yang sebenarnya. Porsi bisnis online masih dibawah 1% dari total retail nasional,” jawab Bhima.

Sebelumnya, Rhenald dalam rilis yang diterima mengaku ragu adanya penurunan daya beli masyarakat. Ekonom pro pemerintah ini bilang, para elit sekarang sedang sulit lantaran peran sebagai ‘middleman’ mereka pudar akibat disrutive innovation, lantas meneriakkan ‘daya beli turun’.

Hal itu didasarkannya pada tiga alasan. Pertama, jaringan logistik JNE marketshare-nya sudah di atas PT. Pos Indonesia dimana beberapa bulan terakhir SDM terus ditambah hingga 500 orang untuk melayani pengambilan dan pengiriman logistik.

Kedua, retailer. Menurutnya Aprindo melaporkan penjualan semester 1 sales drop 20% karena mengikuti pola angkutan taksi yang sudah turun sekitar 30-40% tahun lalu, ada shifting ke taksi online seperti halnya retail dan bisnis hotel.

Ketiga, mayoritas produsen besar FMCG (Fast Moving Consumer Goods) mengalami kenaikan omset 30-40% seperti tepung terigu (Bogasari) dan obat-obatan (Kalbe), demand-nya masih naik pesat. Namun, produsen seperti Gulaku mengaku drop karena kebijakan HET yang mulai dikontrol pemerintah.

Pewarta : Nelson Nafis

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs