Jakarta, Aktual.com — Republik Indonesia diminta jangan terjebak antara blok perekonomian yang disokong Amerika Serikat atau blok perekonomian yang didominasi Tiongkok, kata Direktur Eksekutif Center for People Studies and Advocation Sahat Martin Philip.
“Indonesia tidak perlu terjebak di tengah pertarungan ekonomi dua raksasa dunia, Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok,” kata Sahat Martin Philip dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (13/7).
Menurut Sahat, ketimbang berpihak kepada salah satu kekuatan, Indonesia sebaiknya membangun kekuatan ekonomi nonblok di antara negara-negara Asia-Afrika.
Dia mengingatkan bahwa salah satu semangat Konferensi Asia-Afrika 1955 adalah menolak Blok Barat pimpinan Amerika Serikat yang liberal sekaligus menolak Blok Timur pimpinan Uni Soviet yang komunis.
Apalagi, ia juga mengemukakan bahwa negara seperti Indonesia, India dan Afrika Selatan saat ini memiliki tren pertumbuhan ekonomi yang positif dan dapat menjadi motor kekuatan ekonomi nonblok. “Ketiga negara ini dapat menjadi jembatan bagi terwujudnya kekuatan ekonomi baru Asia-Afrika yang damai, adil, dan setara,” ujarnya.
Sahat berpendapat, Indonesia sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia dan mayoritas muslim terbesar di dunia, serta peran aktif Indonesia dalam KAA, Gerakan Non Blok, dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) memberikan nilai tambah tersendiri bagi Indonesia di mata negara-negara Asia-Afrika.
Apalagi, menurut dia, Indonesia dan sebagian besar negara Asia-Afrika selama ini memiliki kesamaan kepentingan, baik dalam bidang ekonomi maupun politik sehingga bisa dijadikan dasar motivasi untuk meningkatkan hubungan kerjasama.
“Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan bahwa ‘Asia is engine of global growth’, dan ‘Africa is continent of hope’. Negara-negara di kedua benua ini harus menjalin investasi dua arah yang saling menguntungkan satu sama lain,” papar Sahat.
Selain itu, ujar dia, kekuatan ekonomi non-blok Asia-Afrika dapat menjadi kekuatan ekonomi baru selain hegemoni ekonomi dari AS, Republik Rakyat Tiongkok, dan negara-negara kaya lainnya.
Direktur Eksekutif Center for People Studies and Advocation berpendapat bahwa dunia saat ini sarat dengan kesenjangan, ketidakadilan, dan kekerasan global, serta sumber daya bumi dihabiskan oleh negara-negara kaya.
“Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi harus menjadi motor perubahan menuju tatanan dunia yang baru,” ucap Sahat.
Artikel ini ditulis oleh: