Pasukan Garuda menghibur anak-anak di Darfur, Sudan Selatan. ©handout/Puspen TNI
Pasukan Garuda menghibur anak-anak di Darfur, Sudan Selatan. ©handout/Puspen TNI

Jakarta, aktual.com – Indonesia ingin mempertahankan posisinya sebagai sepuluh besar (top 10) pengirim pasukan perdamaian (peacekeeping operations/PKO) PBB tahun depan.

Saat ini, Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 120 negara penyumbang pasukan perdamaian dunia, dengan jumlah 2.920 personnel per 31 Oktober 2019.

“Tahun depan yang tetap akan menjadi program prioritas nasional adalah mempertahankan posisi di 10 besar. Caranya dengan membangun pengiriman pasukan yang bukan hanya dari segi kuantitasnya besar, tetapi juga berkualitas,” kata Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri Grata Endah Werdaningtyas dalam temu media di Jakarta, Senin (16/12).

Pengiriman personnel keamanan yang berkualitas dinilai dapat menjadi jawaban atas semakin besarnya tantangan yang dihadapi PKO.

Berkembangnya ancaman asimetris mengharuskan pasukan PKO memiliki kesadaran berdasarkan situasi yang dihadapi di lapangan, perlindungan terhadap warga sipil, serta tanggapan atas ancaman yang berasal dari non-negara termasuk penanggulangan terorisme.

“Jadi sekarang kita mengirim pasukan bukan hanya yang memiliki kemampuan untuk berperang maupun menjaga keamanan, tetapi mereka juga harus mampu melakukan soft approach dan kemampuan militer strategis yang semakin spesifik,” tutur Grata.

Guna menindaklanjuti visi tersebut, Indonesia mengirim pasukan yang memiliki banyak kemampuan (multicapabilities), diantaranya untuk misi pemeliharaan perdamaian di Republik Demokratik Kongo (MONUSCO).

Satu batalyon beranggotakan 800-850 personnel yang dikirim Indonesia untuk misi tersebut bisa dipecah menjadi pasukan-pasukan yang bergerak dengan skala kecil, cepat, dan bisa menangani ancaman dalam berbagai situasi keamanan.

“Kalau kita lihat peta Kongo itu negaranya luas sekali, titik konflik juga bisa ada di mana-mana. Tetapi dengan keterbatasan anggaran saat ini, PBB hanya bisa menempatkan pasukan inti di beberapa tempat, karena itu kita butuh deployment yang bisa bergerak cepat dalam jumlah kecil,” Grata menjelaskan.

Selain itu, Indonesia menginisiasi kerja sama pengerahan bersama (co-deployment) pasukan perdamaian dengan beberapa negara seperti Ethiopia dan Australia.

Kerja sama ini dilakukan guna merespons turunnya jumlah anggaran pemeliharaan perdamaian PBB dari berbagai negara donor untuk membiayai pengiriman pasukan.

“Kita sedang menindaklanjuti kerja sama co-deployment dengan Ethiopia karena mereka tertarik dengan kapabilitas pasukan Indonesia. Sedangkan dengan Australia, mereka akan membantu dalam hal kapabilitas teknis termasuk dalam proses rekrutmen personnel,” kata Grata.

Pada Juli, Komite Kelima yang mengurus administrasi dan anggaran meminta Majelis Umum PBB untuk mengesahkan anggaran pemeliharaan perdamaian sebesar 6,51 miliar dolar AS untuk periode Juli 2019 hingga Juni 2020.

Anggaran tersebut 1,8 persen lebih rendah dibandingkan permintaan Sekretaris Jenderal PBB, dan akan menutupi biaya 13 misi penjaga perdamaian, termasuk dana terkait untuk Pangkalan Logistik PBB di Brindisi, Italia; Pusat Layanan Regional di Entebbe, Uganda; serta catatan dukungan penjaga perdamaian. (Eko Priyanto)

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin