Jakarta, Aktual.com — Pengamat Energi Yusri Usman mengatakan bahwa hasil audit yang dilakukan oleh KordhaMenta diduga bodong karena Pertamina di dalam proses penunjukan auditor forensik tanpa persetujuan oleh BPK RI, sesuai Undang Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 dan Peraturan Pelaksanaannya. Pasalnya, auditor yang ditunjuk oleh PT Pertamina (Persero) merupakan auditor internasional yakni Kormadentha yang jelas tidak diakui dalam Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

“Menurut UU, audit untuk menghitung kerugian negara itu tidak sah kalau tidak dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). kalau BPK memberikan tugas kepada auditor tertentu itu baru boleh, enggak sah itu hasil auditnya itu kalau untuk diproses hukum. Harusnya Pertamina minta izin dulu ke Pertamina. Ini sama saja dengan laporan bodong,” kata Yusri di Jakarta, Sabtu (14/11).

Menurutnya, apa yang telah dilakukan Pertamina tersebut telah keliru dan menyalahi UU. Terlebih, audit forensik ini pun didukung penuh oleh Menteri ESDM Sudirman Said dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

“Ini seperti sudah diatur untuk memojokan Petral. Apalagi ini juga sudah dibahas sejak masih di rumah transisi. Ada strategi apa ini?,” ujar dia.

Apalagi, sambung dia, laporan audit Petral tersebut juga akan dibawa oleh Sudirman dan Rini kepada Presiden Joko Widodo.

“Kalau ini laporan diserahkan ke Jokowi, maka terseretlah ini Jokowi. Ini sama aja ingin menjebak Presiden sekarang. Ini makanya memang harus dicopot ini Sudirman dan Rini, ngapain dia seret Presiden. Orang laporannya aja bodong kok, temuan-temuan yang dibilang itu kan ga jelas temuannya apa,” tegas dia.

Disamping itu, berdasarkan data yang dimiliki, diketahui Sudirman Said sewaktu menjabat SVP Integrated Supply Chain (ISC), pada tahun 2009 dalam beberapa pengadaan (Minyak Mentah dan BBM) Sudirman melakukan inefisiensi bahkan cenderung markup dan merugikan pertamina. Sudirman melakukan pembelian (Minyak Mentah dan BBM) mengikuti rumus MOPS plus Alfa. Harga MOPS mengikuti harga internasional, sedangkan Sudirman pernah melakukan PO dengan harga alfa (diluar MOPS) tertinggi hingga US$6,50/barel. Padahal pembelian sebelumnya tidak pernah mencapai angka setinggi itu (rata-rata US$3/barel). Sampai akhirnya ISC era Sudirman Said dilikuidasi (Maret 2009), dan harga MOPS plus Alfa kembali ke angka kisaran US$3/barel (Alfa).

Hal ini diketahui dalam beberapa Purchasing Order (PO) nomor 121/TOO300/2009-SO , tanggal 21 Januari 2009, Nilai alfa (diluar MOPS) US$6,50/barel, No PO 116/TOO300/2009-SO, nilai alfa (diluar MOPS) US$5,70/barel tertanggal 20 Januari 2009 dan PO 113/TOO300/2009-SO tertanggal 20 Januari 2009, seharga alfa (Diluar MOPS) US$5,95/barel. Semua dokumen tersebut ditandatangani oleh VP Procurement, Sales dan Market Analysis, Daniel Purba. Saat ini Daniel Purba pun menjabat sebagai VP ISC Pertamina.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis pun menilai langkah yang dilakukan Menteri ESDM Sudirman Said telah bertentangan dengan ketentuan kontitusi negara Indonesia.

“Menurut saya itu salah, karena dalam konstitusi kita mengatur hanya dua badan auditor, yakni BPK dan/atau BPKP, kalau ingin melakukan audit tertentu maka itu harus dimintakan kepada BPK, tidak bisa tidak,” jelasnya.

Menurut dia, setiap kegiatan yang dilakukan baik oleh Pertamina maupun Petral melibatkan keuangan negara. Oleh karena itu, yang berhak melakukan audit adalah instrumen yang sudah diatur dalam ketentuan konstitusi.

“Karena uang yang ada di Pertamina dan Petral itu kan uang negara, dan menurut konstitusi yang berwenang mengaudit pengelolaan dan tanggungjawab atas penggunaan uang negara itu adalah BPK atau BPKP,” ungkap dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka