Yogyakarta, Aktual.com — Ribuan wisatawan dari berbagai daerah menyaksikan ruwatan anak berambut gimbal yang merupakan acara puncak “Dieng Culture Festival (DCF) VI Tahun 2015”.
Dari pantauan di Kawasan Wisata Dataran Tinggi (KWDT) Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (2/8), ribuan wisatawan tampak memadati pelataran kompleks Candi Arjuna yang dijadikan sebagai lokasi ruwatan anak berambut gimbal.
Salah seorang wisatawan lokal, Nita mengaku baru pertama kali menyaksikan ritual ruwatan anak berambut gimbal di KWDT Dieng meskipun dia asli Banjarnegara.
“Selama ini, saya tinggal di Yogyakarta karena kuliah sehingga baru kali ini bisa menyaksikan ruwatan anak berambut gimbal. Saya hanya dengar dari orang tua tentang kisah anak-anak berambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng,” katanya.
Menurut dia, ruwatan anak-anak berambut gimbal itu sangat menarik karena merupakan tradisi budaya asli Dieng.
Wisatawan lainnya, Edo mengaku sangat tertarik untuk menyaksikan ruwatan anak berambut gimbal itu sehingga dia selalu datang ke Dieng sejak pergelaran DCF IV Tahun 2013.
“Namun waktu DCF V Tahun 2014, saya tidak bisa masuk ke pelataran Kompleks Candi Arjuna yang menjadi lokasi ruwatan karena saat itu pengunjungnya sangat banyak, lebih banyak dari sekarang,” kata dia yang berasal dari Jakarta.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Banjarnegara Azis Achmad memperkirakan wisatawan yang mengunjungi pergelaran DCF VI Tahun 2015 sejak hari Jumat (31/7) hingga hari terakhir kegiatan, Minggu (2/8), lebih dari 60.000 orang.
Prosesi Ruwatan Ritual ruwatan anak berambut gimbal itu diikuti 10 anak dari berbagai daerah di sekitar Dataran Tinggi Dieng, baik Kabupaten Banjarnegara maupun Wonosobo.
Sebelum ruwatan tersebut dimulai, ke-10 anak berambut gimbal yang mengenakan kain dan ikat kepala warna putih itu dikirab dari depan rumah Mbah Naryono yang merupakan sesepuh Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara.
Sesampainya di kompleks Candi Arjuna, ke-10 anak itu selanjutnya dibawa ke Sendang Sedayu untuk menjalani jamasan.
Selanjutnya mereka dibawa ke pelataran Candi Arjuna untuk mengikuti ruwatan berupa pemotongan rambut gimbal yang dipimpin oleh Mbah Naryono.
Sementara untuk pemotongan rambut gimbal itu dilakukan oleh Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet Utomo, anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Banjarnegara, dan tamu undangan lainnya salah satunya budayawan Sujiwo Tejo.
Kendati demikian, tidak semua rambut anak-anak itu dipotong melainkan hanya gimbalnya yang selanjutnya dilarung di Telaga Warna.
Pelaksanaan ruwatan tersebut harus dilakukan atas dasar keinginan anak berambut gimbal sehingga selama anak berambut gimbal itu belum ingin mengikuti ruwatan, orang tuanya tidak boleh memaksa.
Selain itu, jika si anak berambut gimbal telah berkeinginan untuk mengikuti ruwatan, orang tuanya juga harus memenuhi beberapa permintaan yang diajukan anaknya.
Salah satu anak berambut gimbal yang mengikuti ruwatan, Fariah (6), anak dari Muhaimin, warga Desa Karekan, Kecamatan Pagentan, Banjarnegara, meminta dibelikan gelang dan anak tongkol.
Anak berambut gimbal lainnya, Bangkit Adi Pratama (7), anak pasangan Muhammad Agib dan Yuli Astuti, warga Sawangan, Kabupaten Wonosobo, minta dipentaskan tarian lengger, sedangkan Ahmad Q. Bayu Wono (7), anak pasangan Trimo dan Rusmini, warga Desa Kersan, Kecamatan Kertek, Wonosobo, minta dibelikan getuk dua biji.
Masyarakat Dataran Tinggi Dieng meyakini, apa yang diinginkan anak-anak berambut gimbal merupakan keinginan makhluk gaib yang mendampingi mereka sehingga harus dituruti.
Konon anak berambut gimbal atau gembel yang berjenis kelamin laki-laki merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye. Mereka diyakini sebagai titipan anak bajang dari Ratu Samudra Kidul.
Artikel ini ditulis oleh: