Ekonon Senior, Rizal Ramli saat diskusi dengan tema “Indonesia Perlu Pemimpin Optimis yang Bawa Perubahan” di gelar di Tebet, Jakarta Selatan, Senin ( 25/2/2019). Rizal mengungkapkan bahwa penurunan angka kemiskinan di era Jokowi – JK menunjukan paling rendah dari era kepemimpinan semua presiden sebelumnya sejak reformasi. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ekonom Senior, Rizal Ramli menuturkan memang tidak pernah dibahas secara terbuka adanya ketimpangan antara bumi putra dengan kelompok bisnis yang lebih mapan.

Menurutnya jika ketimpangan itu terus dibiarkan, cepat atau lambat akan terjadi kecemburuan sosial yang mendalam dan bisa berujung menjadi konflik dan kerusuhan sosial.

“Di masa lalu, soal-soal yang sering memicu kerusuhan sosial lebih besar seperti di Solo tahun 1980-an, Situbondo Jawa Timur 1996 dan peristiwa Mei 1998 di Jakarta,” ujar Rizal saat Diskusi Forum Tebet, Jumat (29/3).

Pertanyaan mendasar kata Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini, apakah kita akan terus membiarkan kecemburuan sosial dan ekonomi itu terus berlangsung?

“Memang pada masa Habibie muncul inpres pelarangan penggunaan istilah “pribumi dan non pribumi” karena sering dianggap sebagai ungkapan rasis. Menurut hemat kami, sudah waktunya kita membahas dan mengurangi perbedaan-perbedaan itu secara rasional dan bertahap,” tegasnya.

Menurut Mantan Menko Kemaritiman ini, pembangunan jika hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi saja, sering menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial di seluruh dunia.

“Adalah penting dan strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan (growth with equality) sehingga menciptakan harmoni yang langgeng diantara berbagai latar belakang sosial dan kelompok etnis di Indonesia,” kata Rizal.

Untuk itu Rizal sangat ingin bertanya kepada kedua Capres, apakah mereka punya komitmen pada visi pembangunan yang bertumpu kepada pertumbuhan ekonomi dan keadilan (growth with equality), sehingga bermanfaat untuk kemajuan dan kesatuan Indonesia?

“Apakah Capres 01 dan Capres 02 mau memperbaiki ketidakadilan, ketimpangan dan kecemburuan sosiaI yang ada dengan melaksanakan kebijakan keberpihakan kepada bumi putra (affirmative policy) yang memberikan kesempatan lebih luas agar mobilitas vertikal bumi putra semakin meningkat,” tanya dia.

Dalam sejarahnya kata Rizal, affrmative policy dimulai dari Amerika Serikat untuk memberikan kesempatan dan peluang bagi kelompok minoritas dan perempuan, misal untuk warga kulit hitam dan perempuan dalam bidang Pendidikan, ekonomi dan sosial.

“Affirmative action policy untuk mayoritas dimulai di Malaysia dibawah Tun Hussein Onn sehabis kerusuhan sosial di Malaysia tahun 1969,” katanya lagi.

Affirmative Policy tersebut lanjutnya, bisa dirumuskan dalam bentuk akses terhadap kredit, proyek pembangunan pemerintah, integrasi sosial dan profesional, diantara kelompok lndonesia, dll.

“Kami bertanya dan berharap adanya jawaban tegas dari kedua Capres sebelum dilaksanakannya Pilpres pada 17 April 2019 nanti,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan