Dalam agenda diskusi Ngobrol Denga Dr. Rizal Ramli dengan tema "Indonesia Perlu Pemimpin Optimis yang Bawa Perubahan" yang di gelar di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 25/2/2019. AKTUAL/WARNOTO
Dalam agenda diskusi Ngobrol Denga Dr. Rizal Ramli dengan tema "Indonesia Perlu Pemimpin Optimis yang Bawa Perubahan" yang di gelar di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 25/2/2019. AKTUAL/WARNOTO

Jakarta, aktual.com – Tokoh nasional, Rizal Ramli, mengapresiasi kritik keras Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas terbitnya telegram Polri berisi penindakan hukum penghina presiden dan pejabat negara di tengah pandemi corona atau Covid-19.

Selain salut dengan sikap SBY, Rizal Ramli juga mengungkapkan bahwa dirinya dan SBY bersama tokoh demokrasi lainnya pernah berjuang saat masa transisi dari sistem otoriter ke demokrasi.

“Salute Mas SBY. Kita dulu sama-sama memperjuangkan transisi dari sistim otoriter ke demokrasi,” kata Rizal Ramli, Kamis (9/4/2020).

Kini, Rizal Ramli mengaku heran dengan kondisi sekarang, di mana Presiden seolah anti kritik. Pengkritik bisa dianggap sebagai penghina presiden sekalipun tidak ada delik aduan sebagaimana bunyi dari telegram.

“Piye toh kok mau balik kembali ke sistim Otoriter. Jarum kok mau diputar balik? Mungkin karena Mas Jokowi tidak pernah berjuang untuk demokrasi? Ataukan karena disekitar Mas Jokowi banyak Jendral otoriter yang mulai sak enake dewe? Lupa sejarah dan lupa pengorbanan mahasiswa dan kawan-kawan pro-demokrasi, dan impian rakyat akan kehidupan yang lebih baik?” tukas Rizal Ramli yang juga tokoh Gerakan Anti Kebodohan (GAK) dan pernah ditahan Presiden RI ke-2, Soeharto pada 1978 akibat memperjuangkan demokrasi.

Padahal, menurut Rizal, Presiden Jokowi sendiri yang pernah berkomitmen untuk tidak mempermasalahkan adanya kritikan keras dari masyarakat terhadap pemerintah.

“Mas Jokowi sendiri kan yang pernah mengatakan bahwa dirinya tidak mempersoalkan jika ada kritikan yang keras terhadap pemerintahaan,” tutur Rizal.

Untuk itu, Rizal Ramli kembali mengingatkan Presiden Jokowi agar menjaga komitmenya dan mencontoh Presiden sebelumnya yang terbiasa menghadapi kritikan pedas dari masyarakat.

“Kritik yang faktual, yang ngasal dan hinaan yang bersifat fisik, bullying terhadap Presiden Habibie dan Presiden Gus Dur luar biasa brutal, vulgar dan masif. Tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan era Mas Jokowi. Habibie tetap fokus, Gus Dur cuek abis “Emang Gus Pikiran”, ndak pakai asal nangkap,” tutur Rizal Ramli.

Dalam konteks pandemik virus corona, Rizal Ramli tetap tak henti-hentinya mengingatkan Presiden Jokowi untuk memerintahkan Polri agar lebih fokus menangani kasus-kasus yang lebih mendesak di tengah tanggap darurat Covid-19. Misalnya, sebut Rizal, menindak tegas terhadap oknum masyarakat yang menimbun masker dan alat kesehatan lainnya.

Pemerintah, kata Rizal, jangan menyalahgunakan hukum dengan rencana hukuman bagi penghinaan Presiden. Dia mengingatkan Indonesia adalah negara hukum yang demokratis.

“Jangan sampai hukum jadi alat kekuasaan untuk membungkam para pengkritik. Ingat! Rakyat sangat berhak menilai presiden dan para penjabat negara karena digaji dari uang rakyat,” tandas Rizal Ramli.

Sebagaimana diketahui, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah melontarkan kritik tentang Surat Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1.2020 per tanggal 4 April 2020 yang berisi tindakan kepolisian selama penanganan pandemi virus corona (Covid-19). SBY menyatakan poin dalam telegram Polri itu malah memicu persoalan baru.

“Saya perhatikan beberapa hari terakhir ini justru ada situasi yang tak sepatutnya terjadi. Apa itu? Kembali terjadi ketegangan antara elemen masyarakat dengan para pejabat pemerintah, bahkan disertai dengan ancaman untuk “mempolisikan” warga kita yang salah bicara. Khususnya yang dianggap melakukan penghinaan kepada Presiden dan para pejabat negara,” ujar SBY dalam tulisan artikelnya yang diunggah ke akun Facebooknya.

“Mumpung ketegangan ini belum meningkat, dengan segala kerendahan hati saya bermohon agar masalah tersebut dapat ditangani dengan tepat dan bijak,” imbuhnya.

Jokowi-pun sebelumnya telah menekankan, pemerintah dan instansi di bawahnya harus menerima kritik dan masukan seluas-luasnya untuk perbaikan ke depan.

“Kita tidak boleh alergi terhadap kritik,” ujar Jokowi dalam pidato dalam Sidang Tahunan MPR 2019 di kompleks DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

“Bagaimanapun kerasnya kritik itu, harus diterima sebagai wujud kepedulian, agar kita bekerja lebih keras lagi memenuhi harapan rakyat,” sambung Presiden Jokowi. (Andy Abdul Hamid)

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano