Mantan Menkomaritim Rizal Ramli didampingi Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan dan sejumlah pengacara yang tergabung dalam Peradi saat konferensi pers, di Kantor Peradi, Jakarta, Senin (17/9/2018). Partai Nasdem melaporkan Rizal Ramli ke Polda Metro Jaya, karena dianggap mencemarkan nama baik dan fitnah terhadap Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh. Hal itu terkait kritik Rizal atas kebijakan impor yang diambil Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, yang merupakan politisi Partai Nasdem. AKTUAL/Timo Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ekonom senior Rizal Ramli, mengingatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sudah menembus Rp15.000, merupakan awal yang harus diwaspadai oleh pemerintah maupun bank sentral.

“Apakah Rp15 ribu sudah merupakan akhir? kami mohon maaf, karena ini baru permulaan,” kata Rizal dalam sebuah seminar di Jakarta, ditulis Kamis (4/10).

Rizal mengungkapkan alasan kemungkinan depresiasi rupiah akan berlanjut yaitu karena Bank Sentral AS (the Fed) masih akan menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun.

Kondisi itu dapat memicu pembalikan modal dari negara berkembang dan membuat mata uang garuda mengalami perlemahan.

Selain itu, indikator ekonomi negatif yang melanda negara-negara berkembang dan perang dagang antara AS dengan para mitra dagang utama juga bisa berdampak kepada pelemahan rupiah.

Untuk itu, ia meminta adanya upaya lebih dari pemerintah guna memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan secara drastis.

Salah satunya dengan menekan impor, bukan hanya barang konsumsi, namun juga bahan baku atau modal yang selama ini membebani neraca perdagangan.

“Kenapa tidak fokus untuk menekan 10 bahan impor Indonesia yang besar, seperti baja? Kalau hanya barang konsumsi, efeknya kecil,” katanya.

Rizal juga mengusulkan adanya revisi UU lintas devisa dan sistem nilai tukar untuk memaksa devisa hasil ekspor masuk ke Indonesia.

“Kalau mau badan kita sehat, seluruh ‘revenue’ ekspor harus masuk ke dalam. Indonesia masih rentan terhadap ini,” kata mantan Menko Kemaritiman ini.

Ia mencontohkan kondisi Thailand yang saat ini mata uangnya tidak rentan dari tekanan global, karena mempunyai kelebihan devisa dan surplus neraca transaksi berjalan.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: