Jakarta, aktual.com – Mantan Menteri koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengkritisi masih ada pejabat yang tidak jujur dan menyampaikan kebohongan publik sehingga berdampak luas kepada masyarakat.
Dia mencontohkan janji akan mengurangi dan menghentikan impor apabila menjadi presiden namun pada kenyataannya impor semakin gencar dilakukan.
“Janjinya akan mengurangi impor, lalu petani menanam lebih banyak, namun kenyataannya impor dilakukan secara ‘ugal-ugalan’. Hasilnya petani rugi karena sudah menanam lebih banyak seperti petani tebu, garam dan beras,” kata Rizal di kediamannya di Jalan Bangka IX, Jakarta, Sabtu (16/2).
Selain itu Rizal mencontohkan rencana menjadikan mobil Esemka menjadi mobil nasional, namun kenyataannya hingga saat ini tidak terlaksana padahal rakyat sangat berharap Indonesia memiliki industri mobil nasional.
Dia mengaku sempat ikut mempromosikan mobil Esemka tersebut karena dalam hitungannya mobil nasional akan sukses kalau kemampuan ekonomi kuat.
“Saya saat itu percaya saja dengan ikut mengkampanyekan namun saya malah dibohongi. Mobil Esemka hanya dijadikan alat kampanye bukan sungguh-sungguh untuk dijadikan mobil nasional,” ujarnya.
Dia juga mengkritisi soal utang, sejak awal berjanji akan menolak utang baru namun pada kenyataannya, di 2014 utang Indonesia sebesar Rp3.560 triliun namun dalam jangka waktu empat tahun malah meningkat menjadi Rp5.275 triliun.
Menurut dia, sangat berbahaya menggunakan utang luar negeri untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan bunga utang Indonesia itu paling mahal se-Asia Pasifik yaitu sebesar 8 persen padahal negara lain sekitar 5 persen.
“Saya katakan Jokowi bekerja untuk siapa? Apakah untuk petani di Thailand, Vietnam dan petani garam di Australia? Karena kebijakan yang dikeluarkan tidak berpihak pada petani dalam negeri,” katanya.
Dia menjelaskan, dirinya sudah sejak lama memberikan saran untuk penguatan nilai tukar rupiah yang telah disampaikan kepada pemerintah yaitu mewajibkan eksportir lebih banyak menempatkan uangnya dalam sistem perbankan nasional.
Rizal mengatakan kebijakan di Indonesia saat ini hanya mewajibkan eksportir 20 persen menempatkan uangnya dalam sistem perbankan nasional.
“Thailand saja mewajibkan 90 persen uang eksportir masuk dalam sistem perbankan nasionalnya. Saya sudah sejak dua tahun lalu mengusulkan ini namun baru akan dilaksanakan April mendatang,” katanya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin